Pengertian Psikologi, Ruang Lingkup dan Perkembangannya
Pengertian Psikologi, Ruang Lingkup dan Perkembangannya - Pada artikel kali ini kita akan mempelajari mengenai pengertian psikologi beserta ruang lingkupnya. Maka dari itu diharapkan untuk kalian para mahasiswa dan mahasiswi mampu:
- Menjelaskan pengertian psikologi, perkembangan psikologi, ruang lingkup psikologi, hubungan psikologi dengan ilmu lainnya, dan metode penelitian dalam psikologi
- Menganalisis beragam pengertian psikologi
- Mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam psikologi
- Mendeskripsikan ruang lingkup psikologi
- Menganalisis hubungan psikologi dengan keilmuan lainnya
- Mensimulasi penggunaan metode psikologi dalam contoh keseharian
Pengertian Psikologi
Dewasa ini, kata psikologi semakin familiar di telinga kita. Psikologi kemudian diartikan dengan beragam definisi. Ada yang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu jiwa dan ada pula yang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku.
Ilmu ini tidak jarang dipadankan dengan ilmu dukun, seperti memahami telepati, kemampuan untuk meramalkan masa depan dan kemampuan memahami masa lalu seseorang.
Psikologi juga biasanya tidak hanya diletakkan untuk manusia, namun juga sering kali kita mendengar psikologi untuk makhluk hidup lainnya misalnya hewan dan tumbuhtumbuhan juga memiliki “jiwa” atau setidaknya bertingkah laku.
Oleh karena itu, maka sebaiknya kita berusaha menelaah lebih mendalam bermacam-macam arti psikologi. Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yakni psychology yang merupakan gabungan dari kata psyche dan logos.
Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Olehnya itu, secara harfiah dapat dipahami bahwa psikologi adalah ilmu jiwa. Kata logos juga sering dimaknai sebagai nalar dan logika. Kata logos ini menjadi pengetahuan merata dan dapat dipahami lebih sederhana.
Kata psyche lah yang menjadi diskusi menarik bagi sarjana Psikologi. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat disangkal keberadaannya.
Psyche sering kali diistilahkan dengan kata psikis. Dalam kamus oxford misalnya, kita dapat melihat bahwa istilah psychemempunyai banyak arti dalam bahasa Inggris yakni soul, mind, dan spirit. Dalam bahasa Indonesia ketiga kata bahasa Inggris itu dapat dicakup dalam satu kata yakni “jiwa”.
Di Indonesia, psikologi cenderung diartikan sebagai ilmu jiwa. Dalam bahasa lain juga ditemukan arti yang sama misal bahasa Arab ilmun-nafsi, bahasa Belanda zielkunde, dan bahasa Jerman seelenkunde, yang kesemuanya itu memiliki arti sama yakni ilmu jiwa.
Dalam bahasa Arab, kita dapat menemukan kata jiwa ini dipadankan dengan kata ruh dan rih yang masing-masing berarti jiwa atau nyawa dan angin. Dengan demikian bisa jadi adanya hubungan antara apa yang bernyawa dengan apa yang bernafas (angin), sehingga dapat pula dipahami bahwa psikologi itu ilmu tentang sesuatu yang bernyawa.
Hal ini bisa kita pahami pula dalam bahasa Indonesia. Kita sering kali mendengar ungkapan “menghembuskan nafas penghabisan” yang artinya mati, tidak lagi bernafas, tidak lagi berjiwa. Jadi jiwa ada hubungannya dengan nafas.
Namun demikian kita akan menemukan kesulitan dalam kajian semantik apabila kita mempertahankan istilah jiwa sebagai terjemahan kata psikologi dalam bahasa kita (Indonesia), karena kita mempunyai banyak kata lainnya yang sekalipun punya konotasi berbeda, tetapi sulit dipisahkan dengan tegas dari kata jiwa, misalnya nyawa, sukma, batin, dan roh.
Karena sifatnya yang abstrak itu, maka kita tidak mengetahui jiwa secara wajar, melainkan kita hanya dapat mengenal gejalanya saja. Jiwa tidak dapat dilihat oleh alat indera kita.
Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi tingkah laku inilah dapat diketahui jiwa seseorang. Tingkah laku ini merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.
Gejala jiwa tersebut bisa berupa mengamati, menanggapi, mengingat, memikir dan sebagainya. Pada masa psikologi masih merupakan sesuatu yang dipikirkan oleh para filsuf, definisi psikologi sebagai ilmu jiwa belum menimbulkan banyak perdebatan.
Tetapi sejak psikologi berdiri sebagai ilmu yang tersendiri atau terpisah dari ilmu induknya filsafat, mulailah timbul kesulitan-kesulitan, karena salah satu tuntutan ilmu pengetahuan adalah bahwa hal-hal yang dipelajari dalam ilmu itu harus dapat dibuktikan dengan nyata, padahal untuk membuktikan adanya jiwa sebagai sesuatu yang nyata adalah tidak mungkin, apalagi untuk mengukur atau menghitung dengan alat-alat objektif.
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan juga harus memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumnya. Oleh karena itu, psikologi mempunyai:
- a. Objek tertentu. Syarat mutlak di dalam suatu ilmu, karena objek inilah yang akan menentukan langkah-langkah yang lebih lanjut di dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan. Tanpa adanya objek dapat diyakinkan tidak akan adanya pembahasan yang mapan.
- b. Metode penyelidikan tertentu. Tanpa adanya metode yang teratur dan tertentu, penyelidikan atau pembahasan akan kurang dapat dipertanggungjawabkan dari segi keilmuan. Segi metode inilah akan terlihat ilmiah tidaknya sesuatu penyelidikan atau pembahasan.
- c. Sistematik yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya. Hasil pendekatan terhadap objek itu kemudian disistematisasi sehingga merupakan suatu sistematika yang teratur yang menggambarkan hasil pendekatan terhadap objek tertentu.
Pengertian Psikologi Menurut Para Ahli
Beranjak dari syarat psikologi menjadi ilmu pengetahuan tersebut kemudian menjadi landasan dari beberapa tokoh dalam memberi pengertian dari psikologi. Di antara pengertian yang dirumuskan oleh ahli antara lain:
Singgih Dirgagunarsa
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Plato dan Aristoteles
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
John Broadus Watson
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsang dan jawaban (respon).
Wilhelm Wundt
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (feeling) dan kehendak.
Woodworth dan Marquis
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas individu dari sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Hilgert
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dan binatang.
Bimo walgito
Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang jiwa yang dapat dilihat atau diobservasi perilaku atau aktivitas-aktivitas yang merupakan manifestasi atau penjelmaan jiwa itu.
Dari beberapa tokoh di atas dapat dipahami bahwa adanya beberapa perbedaan dan persamaan. Wilhelm Wundt menggambarkan psikologi sebagai proses-proses elementer dari kesadaran dalam diri manusia.
Dari batasan tersebut dapat dikemukan bahwa keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia. Woodworth dan Marquis menggambarkan bahwa psikologi sebagai proses aktivitas manusia dalam arti yang luas, baik aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.
Istilah yang digunakan oleh Wund adalah kesadaran sedangkan pada Woodworth dan Marquis digunakan aktivitas-aktivitas yang merupakan refleksi dari kehidupan kejiwaan manusia.
Definisi yang digambarkan kedua tokoh tersebut tampaknya juga dipahami sama oleh Bimo Walgito
bahwa adanya aktivitas manusia baik yang nampak (overt behavior) maupun tidak nampak (innert behavior).
J. B. Watson yang juga merupakan tokoh pendiri dari Behavioristik meyakini bahwa psikologi itu tentang perilaku manusia. Kajian dari psikologi sebaiknya mengarah pada perilaku yang nampak.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Singgih Dirgagunarsa yang juga guru besar psikologi di Indonesia menggambarkan psikologi adalah mengkaji perilaku yang nyata, dapat dilihat atau diukur.
Berbicara tentang hal jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah (organic behavior), yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar.
Misalnya: instink, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati pulalah nyawanya. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia (Ahmadi, 1991).
Gene Zimmer pernah menyatakan bahwa psikologi harus mampu menjelaskan hal-hal seperti imajinasi, perhatian, intelek, kewaspadaan, niat, akal, kemauan, tanggung jawab, memori dan lain-lain yang sehari-hari melekat pada diri kita. Tanpa itu, psikologi tidak akan banyak bermanfaat (Sarlito, 2014).
Pengertian psikologi di atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya perbedaaan titik berangkat pada ahli dalam mempelajari dan membahas kehidupan jiwa yang kompleks itu.
Itulah sebabnya sehingga sangat sukar adanya satu rumusan pengertian psikologi yang disepakati oleh semua pihak. Akan tetapi paling penting yang dapat dipetik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa hal itu cukup memberikan wawasan pengertian tentang psikologi.
Menurut penulis sendiri memberi pengertian bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku individu yang tidak dapat dilepaskan dari proses lingkungan dan yang terjadi dalam diri individu tersebut. Apa yang terjadi dalam diri pribadi tersebut disebut sebagai proses mental.
Ruang Lingkup Psikologi
Untuk memahami psikologi lebih mendalam, maka penting untuk melihat cakupan dari psikologi itu sendiri.
Ditinjau dari objek kajian dari psikologi adalah dapat dilihat pada dua hal yakni (Ahmadi, 2003):
- Psikologi yang menyelediki dan mempelajari manusia
- Psikologi yang menyelediki dan mempelajari hewan, yang umumnya lebih tegas disebut psikologi hewan.
Dewasa ini kajian psikologi manusia dengan menggunakan hewan sebagai eksperimen telah ditinggalkan oleh sarjana psikologi. Olehnya itu kajian dalam buku ini berfokus pada psikologi yang berobjekkan manusia.
Hal ini dapat dibedakan dalam dua hal yakni psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum adalah psikologi yang menyelediki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur).
Psikologi umum berusaha mencari dalildalil yang bersifat umum daripada kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis. Psikologi umum memandang manusia seakanakan terlepas dari manusia yang lain.
Psikologi khusus adalah psikologi yang menyelediki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia.
Hal-hal yang khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus.
Psikologi khusus dapat dipahami dengan melihat beberapa pembagiannya, diantaranya:
1. Psikologi Perkembangan: psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua. Perkembangan tersebut bisa mencakup:
- Psikologi anak (mencakup masa bayi)
- Psikologi puber dan adolesensi (psikologi masa pemuda)
- Psikologi orang dewasa
- Psikologi orang-tua
2. Psikologi Sosial: psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial
3. Psikologi Pendidikan: psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubunganya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara guru menarik perhatian siswa agar pelajaran dapat dengan mudah diterima.
4. Psikologi Kepribadian dan Tipologi: psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia
5. Psikapatologi: psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak normal (abnormal) atau yang menguraikan hal-hal klinis manusia
6. Psikologi Kriminil: psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminalitas. Bagian ini terkait dengan psikologi forensik
7. Psikologi industri: psikologi yang khusus berhubungan dengan persoalan perusahaan, misalnya manajemen Sumber Daya Manusia yang baik, dan sebagainya.
Psikologi khusus ini akan terus berkembang. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan kajian manusia dalam beragam aspek yang terus menarik dikaji dan semakin kompleks.
Selain itu, psikologi khusus ini merupakan psikologi praktis, artinya bahwa pengetahuan yang selalu memungkinkan diaplikasikan sesuai dengan bidangnya.
Dalam hal praktis ini, kajiannya tentu saja mengenai bagaimana dapat mempraktekkan psikologi untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan konteksnya.
Dapat dipahami bahwa psikologi dipelajari secara praktis dapat dipraktekkan dalam bermacam-macam bidang, misalnya dalam bidang pendidikan dikenal psikologi pendidikan, dalam bidang industri dikenal psikologi industri dan organisasi, dan dalam bidang klinik dikenal psikologi klinis.
Sejarah Perkembangan Psikologi
Diskusi mengenai skema sejarah psikologi ini akan diperlukan untuk memahami peranan dari tiap-tiap aliran dan tokoh dalam suatu rangkaian yang besar dan bagaimana aliran dan tokoh yang berbeda-beda dan mewakili pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda pula itu saling mempengaruhi atau saling mengkritik satu sama lain.
Untuk mengerti pikiran-pikiran Watson misalnya, kita harus mengetahui terlebih dahulu pikiran-pikiran Wundt, karena sebenarnya teori Watson tidak lain daripada antitesa atau protes atau kritik terhadap teori yang disampaikan oleh Wundt.
Demikian juga kita tidak bisa memahami Freud dengan baik tanpa mempunyai pemahaman yang baik tentang murid-muridnya seperti Jung dan Adler.
Maka berikut adalah ikhtisar, skema atau uraian singkat tentang sejarah perkembangan psikologi sejak awal mulanya.
Dalam garis besarnya, sejarah psikologi dapat dibagi dalam dua tahap utama, yaitu masa sebelum dan masa sesudah menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
Kedua tahap ini dibatasi oleh berdirinya laboratorium psikologi yang pertama di Leipzig pada tahun 1879 oleh Wilhelm Wundt.
Sebelum tahun 1879, psikologi dianggap sebagai bagian dari filsafat atau ilmu faal, karena psikologi masih dibicarakan oleh sarjana-sarjana dari kedua bidang ilmu itu yang kebetulan mempunyai minat terhadap gejala jiwa, tetapi tentu saja penyelidikan-penyelidikan mereka masih terlalu dikaitkan
dengan bidang lain ilmu mereka sendiri saja.
Pada saat Wundt berhasil mendirikan laboratorium psikologi di Leipzig, para sarjana kemudian baru mulai menyelidiki gejala-gejala kejiwaan secara lebih sistematis dan objektif.
Metode-metode baru diketemukan untuk mengadakan pembuktian-pembuktian nyata dalam psikologi sehingga lambat laun dapat disusun teori-teori psikologi yang terlepas dari ilmu-ilmu induknya.
Sejak masa itu pulalah psikologi mulai bercabangcabang ke dalam aliran-aliran, karena bertambahnya jumlah sarjana psikologi tentu saja menambah keragaman berpikir dan banyak pikiran-pikiran itu yang tidak dapat disatukan satu sama lain.
Karena itulah maka mereka yang merasa sepikiran, sependapat, menggabungkan diri dan menyusun suatu aliran tersendiri. Aliran-aliran strukturalisme, fungsionalisme, behaviorisme, dan sebagainya adalah aliran-aliran yang tumbuh setelah lahirnya laboratorium pertama di Leipzig tersebut.
Minat untuk menyelediki gejala kejiwaan sudah lama sekali ada di kalangan umat manusia ini. Mula mula sekali ahliahli filsafat dari zaman Yunani Kuno lah yang mulai memikirkan tentang gejala-gejala kejiwaan.
Pada waktu itu belum ada pembuktian-pembuktian nyata atau empiris, melainkan segala teori dikemukakan berdasarkan argumentasiargumentasi logis (akal) belaka.
Dengan perkataan lain, psikologi pada waktu itu benar-benar masih merupakan bagian dari filsafat dalam arti kata semurni murninya.
Tokohtokoh filsafat tersebut yang banyak mengemukakan teoriteori psikologi antara lain adalah Plato (427 – 347 SM) dan Aristoteles (384 – 322 SM).
Berabad-abad setelah itu, psikologi masih juga masih merupakan bagian dari filsafat, antara lain di Perancis muncul Rene Descarters (1596 – 1650) yang terkenal dengan teori tentang kesadaran dan di Inggris muncul tokoh-tokoh seperti John Locke (1623 – 1704), George Berkeley (1685 – 1753),
James Mill (1773- 1836) dan anaknya John Stuart Mill (1806 –1873) yang semuanya itu dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran asosiasionisme.
Sementara itu sejumlah sarjana ahli ilmu faal juga mulai menaruh minat pada gejala-gejala kejiwaan. Mereka melakukan eksperimen-eksperimen dan mengemukakan teoriteori yang kemudian besar pengaruhnya pada perkembangan psikologi selanjutnya.
Teori-teori yang dikemukakan oleh ahliahli ilmu faal ini berkisar tentang syaraf-syaraf sensoris dan motoris, pusat-pusat sensoris dan motoris di otak, dan hukumhukum yang mengatur bekerjanya syaraf syaraf tersebut.
Tokoh-tokoh dari ilmu faal ini antara lain adalah C. Bell (1774– 1842), F. Magendie (1785 – 1855), J. P. Muller (1801 – 1858), P. Broca (1824 – 1880) dan sebagainya.
Dalam hubungan ini kiranya perlu dicatat secara khusus nama seorang sarjana Rusia, I. P. Pavlov (1849 – 1936), karena dari teori-teorinya tentang reflex kemudian akan berkembang aliran Behaviorisme di Amerika Serikat, yaitu aliran psikologi yang hanya mau mengakui tingkah laku-tingkah laku yang nyata sebagai objek studinya dan menolak anggapan-anggapan sarjana psikologi lainnya yang mempelajari pula tingkah laku yang tidak nampak dari luar.
Selain daripada itu perlu pula dikemukakan peranan seorang dokter berdarah campuran Inggris Skotlandia bernama William McDougall (1871 – 1938) yang telah memberi inspirasi pula kepada aliran-aliran Behaviorisme di Amerika Serikat melalui teori-teorinya yang dikenal dengan nama purpose psychology (psikologi purposif atau psikologi bertujuan).
Pada saat yang bersamaan, para sarjana baik dari filsafat maupun dari bidang ilmu faal sedang bersibuk diri dengan usaha untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaaan secara ilmiah, muncul pula beberapa tokoh yang secara spekulatif mencoba untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan dari segi lain.
F. J. Gall (1785 – 1828) yang mengemukakan teori bahwa jiwa manusia dapat diketahui dengan cara meraba tengkorak-tengkorak kepala orang yang bersangkutan.
Teori ini dikenal dengan sebutan phrenology. Selain itu, ada pula palmistry (ilmu rajah tangan), astrologi(ilmu perbintangan), numerology (ilmu angka-angka).
Metode-metode pada pendekatan ini seolah-olah ilmiah namun pada hakekatnya hanya bersifat ilmiah semu (pseudo science).
Pada tahun 1879 adalah tahun yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Pada tahun inilah Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama kali di Leipzig, Jerman yang dianggap sebagai pertanda berdiri sendirinya psikologi sebagai ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu induknya (filsafat dan faal).
Pada tahun ini pula, Wundt memperkenalkan metode yang digunakan dalam eksperimen-eksperimen, yaitu metode introspeksi. Wundt kemudian dikenal sebagai seorang yang menganut strukturalisme karena ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan struktur (susunan, komposisi) dari jiwa.
Wundt juga dikenal sebagai seorang penganut elementisme, karena ia percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen.
Ia pun dianggap sebagai tokoh asosiasionisme, karena ia percaya bahwa asosiasi adalah mekanisme yang terpenting dalam jiwa, yang menghubungkan elemenelemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk satu struktur kejiwaan yang utuh.
Ajaran-ajaran Wundt ini kemudian disebarluaskan ke Amerika Serikat oleh E. B. Titchener (1867 1927). Akan tetapi tidak dapat respon positif karena orang Amerika terkenal praktis dan pragmatis.
Teori ini tidak diterima karena dianggap terlalu abstrak dan kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan.
Sarjana psikologi di Amerika kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut fungsionalisme dengan tokoh-tokohnya antara lain William James (1842 –1910) dan J. M. Cattel (1866 – 1944). Sesuai dengan namanya aliran ini lebih mengutamakan mempelajari fungsi-fungsi jiwa daripada mempelajari strukturnya.
Aliran ini kemudian yang akan menjadi peninggalan penting dalam psikotes yang banyak digunakan pada berbagai setting kehidupan. Psikotes ini merupakan teknis evaluasi psikologi oleh J. M. Cattell.
Namun demikian aliran fungsionalisme ini pun juga masih dikritik di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena dianggap masih terlalu abstrak.
Golongan terkahir ini menghendaki agar psikologi hanya mempelajari hal-hal yang benarbenar objektif, karena itu mereka hanya mau mengakui tingkah laku yang nyata (dapat diukur dan dapat dilihat) sebagai objek psikologi.
Pandangan ini dipelopori oleh J. B. Watson (1878 – 1958), dikembangkan selanjutnya oleh tokoh-tokoh antara lain E.C. Tolamn (1886 – 1959) dan B. F. Skinner (1904– 1990).
Sementara itu, di Jerman sendiri ajaran-ajaran Wundt mulai mendapat kritik dan koreksi. Salah satu murid Wundt, O. Kulpe (1862 – 1915), adalah salah satu yang kurang puas dengan ajaran Wundt dan memisahkan diri dari Wundt untuk mendirikan aliran sendiri di Wurzburg.
Aliran ini yang kemudian dikenal sebagai aliran Wurzburg menolak anggapan Wundt bahwa berpikir itu selalu berupa image (bayangan dalam alam pikiran).
Menurut Kulpe, pada tingkat berpikir yang lebih tinggi apa yang dipikirkan itu tidak lagi berupa image, sehingga Kulpe mengemukakan bahwa ada pikiran yang tak berbayangan (imageless thought).
Reaksi lain terhadap Wundt di Eropa datang dari aliran Psikologi Gestalt. Aliran ini menolak ajaran elementisme dari Wundt dan berpendapat bahwa gejala kejiwaan (khususnya persepsi, karena inilah yang banyak diteliti oleh aliran ini) haruslah dilihat sebgai keseluruhan yang utuh, yang tidak terpecah pecah dalam bagian-bagian dan harus dilihat sebagai suatu “Gestalt”.
Tokoh-tokoh dari aliran ini adalah M. Wertheimer (1880 – 1943), K. Kofka (1886 – 1941) dan W. Kohler (1887 – 1967).
Aliran Gestal berkembang lebih lanjut. Antara lain dengan melalui tokoh bernama Kurt Lewin (1890-1947), yang membawa aliran ini ke Amerika Serikat, berkembang aliran baru yang dinamakan Psikologi Kognitif.
Aliran ini merupakan perpaduan antara aliran behaviorisme yang pada tahun 1940 an itu sudah ada di Amerika Serikat dengan aliran Psikologi Gestalt yang dibawa oleh K. Lewin.
Aliran ini menitikberatkan pada proses-proses sentral (misalnya: sikap, ide, harapan) untuk mewujudkan tingkah laku.
Perkembangan Psikologi Gestalt di Amerika dan berjumpa dengan aliran Behaviorisme melahirkan aliran Psikologi Kognitif. Tokoh-tokohnya antara lain F. Heider dan L. Festinger.
Aliran ini khususnya mempelajari hal-hal yang terjadi dalam alam kesadaran (kognisi) dan besar pengaruhnya dalam cabang Psikologi Sosial, khususnya untuk mempelajari hubungan antar manusia.
Pada perkembangan selanjutnya, peranan dokterdokter khususnya psikiater (ahli penyakit jiwa) dalam perkembangan psikologi menjadi penting untuk dilihat juga.
Dokter-dokter ini umumnya tertarik pada penyakit-penyakit jiwa, khususnya psikoneurosis, dan berusaha mencari sebabsebab penyakit ini untuk mencari teknis penyembuhannya (terapi) yang tepat.
Teknik-teknik terapi seperti magnetism dan hipnotisme akhirnya meyakinkan pada dokter ini bahwa dibelakang kesadaran manusia, terdapat kualitas kejiwaan yang lain yang disebut ketidak sadaran (unconsciousness) dan justru dalam alam ketidak sadaran itulah terletak berbagai konflik kejiwaan yang menyebabkan penyakit-penyakit kejiwaan.
Sigmund Freud (1856 – 1939) adalah orang yang pertama yang secaara sistematis menguraikan kualitaskualitas kejiwaan itu beserta dinamikanya untuk menerangkan kepribadian orang dan untuk diterapkan dalam teknik psikoterapi dan aliran atau teorinya disebut psikoanalisa.
Aliran ini juga dikenal dengan istilah psikologi dalam (depth psychology), karena aliran ini tidak hanya berusaha menerangkan segala sesuatu yang nampak dari luar saja, melainkan khususnya berusaha menerangkan apa yang terjadi di dalam atau di bawah kesadaran itu. Pengaruh psikoanalisa ini besar sekali terhadap perkembangan psikologi sampai sekarang.
Dua aliran yang sampai hari ini masih dianggap berpengaruh besar yakni Behaviorisme dan Psikoanalisis.
Keduanya dipandang terlalu memandang manusia dari satu segi saja. Behaviorisme dianggap memandang manusia hanya sebagai makhluk reflex, sementara Psikoanalisis hanya memandang manusia sebagai makhluk yang dikendalikan oleh ketidaksadarannya.
Karena itu muncul aliran Psikologi Holistik atau Humanistik dengan tokoh-tokohnya antara lain Abraham Maslow (1908 – 1970) dan Carl Rogers (1902 0 1987).
Aliran ini dinamakan holistik karena memandang manusia sebagai keseluruhan dan dinamakan Humansitik karena memandang manusia sebagai itu sendiri, sebagai manusia yang mengalami dan menghayati, bukan sekedar sebagai kumpulan reflex atau kumpulan naluri ketidaksaran.
Keberadaan psikologi di Indonesia di mulai pada tahun 1952. Walaupun memiliki sejarah yang jauh lebih pendek dari pada keberadaan psikologi di negara-negara barat, namun kebutuhan akan adanya psikologi di Indonesia sama besar di negara-negara Barat.
Sebagai negara berkembang, psikologi di Indonesia dibutuhkan dalam bidang kesehatan, bisnis, pendidikan, politik, permasalahan sosial, dan lain-lain.
Seperti psikologi di Barat yang memiliki sejarah yang rumit, begitu pula psikologi di Indonesia. Tetapi psikologi Barat tidak selalu dapat diterapkan di Indonesia. Bahkan psikologi yang dapat diterapkan pada etnik tertentu di Indonesia belum tentu berlaku pada etnik lainnya.
Misalnya standar IQ dari Wechsler-Bellevue yang berlaku di negara-negara Barat tidak berlaku di Indonesia. Lanjut lagi, standar yang berlaku bagi golongan etnis dan kelas sosial di Indonesia tertentu di Indonesia belum tentu berlaku bagi golongan etnik atau kelas sosial lainnya.
Dengan demikian, diperlukan penelitian psikologi mengenai basic nature di Indonesia. Di sisi lain, terdapat berbagai kendala seperti dana dan sumber daya manusia yang sangat terbatas.
Komunitas sosial berbagai institusi dan pemerintah sendiri yang semakin membutuhkan psikologi sebagai ilmu terapan juga tidak mampu menyediakan dana dan sarana yang memadai untuk penelitian.
Selain berbagai masalah di atas, Indonesia juga menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh psikologi di Barat.
Asal-usul yang sangat luas, definisi yang bervariasi, teori dan metodologi yang saling bertentangan, dan aplikasi yang sangat luas dan beragam adalah masalah-masalah yang juga dihadapi oleh psikologi di Indonesia.
Guru besar, staf pengajar, dan praktisi yang berbeda menggunakan pendekatan, teori dan metodologi yang berbeda pula dalam melihat suatu masalah yang sama.
Hal ini menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam mengingat masyarakat Indonesia belum dapat menerima psikologi sebagai suatu yang liberal, yang dapat melihat sesuatu dari sudut pandang seperti halnya di negara-negara Barat.
Masyarakat Indonesia masih cenderung mengharapkan psikologi sebagai suatu ilmu yang pasti dapat memberikan jawaban dan menyelesaikan yang pasti bagi berbagai permasalahan seperti ilmu kedokteran.
Psikologi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1952 oleh Slamet Imam Santoso, profesor psikiatri di fakultas kedokteran, Universitas Indonesia.
Pada pidato pengakuannya sebagai profesor, Slamet menceritakan pengalamannya dengan pasien pasiennya yang kebanyakan anggota militer dan pegawai pemerintah yang mengalami gangguan psikosomatis karena tidak mampu mengerjakan pekerjaan barunya setelah Indonesia mengambil alih pemerintahan dari kolonial Belanda pada tahun 1950, menurut Slamet, psikiatri membutuhkan ilmu psikologi untuk menjelaskan potensi-potensi manusia guna menyeleksi orang yang tepat pada tempat (pekerjaan) yang tepat (the right man in the right place).
Setelah pidato tersebut, diselenggarakan kursus pelatihan di Universitas Indonesia terhadap para asisten psikolog, dan beberapa tahun kemudian kursus itu menjadi jurusan psikologi di fakultas kedokteran, Universitas Indonesia.
Slamet ditunjuk sebagai ketua jurusan tersebut. Psikologi pertama yang lulus adalah Fuad Hassan pada tahun 1958. Pada tahun 1960, Depertemen psikologi tersebut berdiri sendiri menjadi Fakultas Psikologi dengan Slamet sebagai dekan pertama sebelum digantikan dengan Fuad Hassan pada tahun 70 an (selain menjadi guru besar dan Dekan Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia, Fuad Hassan kemudian menjadi duta besar dan menteri pendidikan dan kebudayaan).
Sementara itu, ditahun 1950-an terdapat juga beberapa psikolog yang dikirim TNI dan pemerintah untuk menjalani pendidikan psikologi di Belanda dan Jerman.
Sekembalinya di Indonesia mereka yang dikirim oleh TNI kemudian ditempatkan di Pusat Psikologi untuk Angkatan Darat dan Angkatan Udara di Bandung, sedangkan yang lainnya ditempatkan di Jakarta untuk menjadi staf di Fakulas Psikologi di Universitas Indonesia.
Para psikologi yang ditempatkan di Bandung kemudian mendirikan Fakultas Psikologi di Universitas Padjajaran pada tahun 1961. Pada tahun 1964, Fakultas pendidikan di Universitas Gajah Mada berdiri sendiri menjadi institut pengajaran dan pendidikan Yogyakarta.
Namun Jurusan Psikologi yang terdapat di dalam Fakultas pendidikan tersebut memilih untuk tetap di Universitas Gajah Mada dan kemudian menjadi Fakultas Psikologi di universitas tersebut.
Universitas negeri keempat yang memiliki program pendidikan psikologi adalah Universitas Airlangga di Surabaya.
Pada awalnya, psikologi merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial hingga pada tahun 1992 berkembang menjadi Fakultas Psikologi. Para stafnya pada awalnya sebagian besar adalah alumni Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada.
Pada awalnya, psikologi di Indonesia dikaitkan dengan psikologi klinis dan psikoanalisis, dan banyak menggunakan teknis proyeksi serta tes IQ untuk tujuan psikodiagnostik. Namun sejak 1960-an, Behaviorisme menjadi lebih populer dengan adanya konstruksi tes dan metode metode kuantitatif.
Saat ini, walaupun metode kuantitatif banyak digunakan, namun banyak pula yang memilih untuk tetap menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis.
Pendidikan psikologi di Indonesia saat ini distandardisasi dan berada dibawah kontrol Departemen Pendidikan Nasional. Izin praktik untuk para psikolog di bawah kontrol HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) dan departemen tenaga kerja.
Dengan demikian, psikologi di Indonesia harus sesuai dengan kerangka yang ditetapkan oleh pemerintah. HIMPSI sendiri sejak tahun 1998/1999 sudah mempunyai beberapa devisi, antara lain Ikatan Psikologi Olahraga (IPO), Ikatan Psikologi Sosial (IPS), dan Asosiasi Psikologi Industri dan organisasi (APIO).
Pendidikan Psikologi di Indonesia: menurut kurikulum lama, untuk menjadi psikolog dibutuhkan 5,5 s.d. 6 tahun, yang mencakup 158 s.d. 160 SKS (satuan Kredit Semester).
Setelah lulus, yang bersangkutan akan mendapatkan gelar S.Psi (sarjana Psikologi) dan Psikolog sekaligus.
Pada tahun 1994, kurikulum baru mulai diberlakukan dimana gelar SPsi diberikan jika mahasisiwa telah memenuhi 140 SKS. Ia dapat meneruskan mengambil pendidikan S2 dan seterusnya, atau mengakhiri pendidikannya dan kerja.
Untuk pilihan ini, pemegang gelar SPsi ini tidak diperkenankan untuk berpraktik psikologi. Pilihan lain adalah mengambil pendidikan profesi selama empat semester yang mencakup 20 SKS dan kemudian mendapat gelar psikolog untuk dapat berpraktik psikologi.
Dengan gelar psikolog, orang yang bersangkutan tetap dapat mengambil pendidikan S2 dan seterusnya.
Pada kurikulum lama, setelah siswa selesai mengambil140 SKS, ia harus mengikuti program kepaniteraan (internship) di enam bagian di Fakultas Psikologi, Psikologi Klinis, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Eksperimen.
Pada kurikulum baru, siswa perlu mengikuti kepaniteraan di empat bagian saja, yaitu Psikologi Klinis, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan Psikologi sosial.
Sementara psikologi perkembangan dan psikologi eksperimen dianggap sebagai dasar yang harus diberikan pada tingkat S1.
Lulusan program profesi dapat melakukan praktik psikologi secara umum, misalnya dapat melakukan praktik psikologi secara umum, misalnya dapat berpraktik sebagai psikolog klinis, psikolog pendidikan dan seterusnya.
Terhitung mulai tahun akademik 2000/2001, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia merencanakan untuk menyesuaikan program pendidikan profesi, sehingga lulusannya akan bergelar M.Psi (Magister Psikolog) dan mengkhususkan diri (mayor) dalam salah satu bidang saja: Psikologi Klinis, Psikologi Pendidikan, atau Psikologi Industri dan Organisasi.
Organisasi profesional: perkembangan yang cepat, hubungan yang dekat dengan profesi-profesi lain seperti psikiatri, pendidikan, manajemen, serta sulitnya mengontrol praktik psikologi mengarah pada suatu masalah penting yang harus secepatnya diselesaikan, yaitu kurangnya kode etik profesional, khususnya malpraktik.
Kode etik menjelaskan halhal tersebut seperti: siapa yang berhak mengadministrasikan tes psikologi?Apakah psikiater, konselor pendidikan, dan menejer personalia berhak untuk mengadminstrasikan tes psikologi.
Pertanyaan-pertanyaan lain muncul seperti: apakah membuat program pelatihan hanya dapat dilakukan oleh psikolog? Apakah perbedaan psikologi dengan ekologi manusia? Apakah perbedaan antara psikologi personalia dengan manajemen personalia? Dapatkah seni digunakan sebagai salah satu bentuk terapi? Jika ya, siapa yang berhak melakukannya: seniman yang belajar psikologi atau psikologi yang belajar kesenian.
Pertanyaan di atas merupakan contoh dari hal-hal yang harus dijelaskan dalam kode etik. Pembuatan kode etik psikologi dilakukan oleh organisasi psikologi di Indonesia yaitu HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia; dahulu sebelum terpisah antara sarjana psikologi dengan psikolog, nama organisasinya adalah ISPsi atau Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia).
Kode etik tersebut direvisi setiap tiga tahun sekali. Pada awalnya ISPsi cenderung menginduk ke Departemen Kesehatan, namun sejak tahun 1993, ISPsi bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja, khususnya untuk pengaturan izin praktik.
Sebelum gelar sarjana psikologi dipisahkan dari psikolog, psikolog yang ingin berpraktik, baik itu praktik pribadi maupun di dalam suatu organisasi, misalnya di perusahaan, harus meminta rekomendasi dari ISPsi di kotanya.
Berdasarkan rekomondasi tersebut izin praktik akan dikeluarkan Oleh Kantor Depertemen Tenaga Kerja di kota tersebut, dan selanjutnya pengawasan dilakukan oleh IPSsi.
Setelah gelar Sarjana Psikologi di pisahkan dari psikolog, para psikolog yang ingin mendapat izin praktik harus mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh HIMPSI Pusat.
Jika lulus dari ujian tersebut, psikolog yang bersangkutan akan mendapatkan izin praktiknya, namun jika tidak lulus, psikolog tersebut dapat mengikuti program pendalaman selama waktu tertentu untuk kemudian mendapatkan izin praktiknya.
Sumber: Tulisan ini disadur dari buku Pengantar Psikologi hal 1-26, Karya Adnan Achiruddin Saleh
Posting Komentar untuk "Pengertian Psikologi, Ruang Lingkup dan Perkembangannya"