Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Sistem Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura

Mengenal Sistem Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura

Mengenal Sistem Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura
 - Singapura merupakan negara bekas jajahan Inggris, yakni sebagai negara Federasi Malaysia pada Agustus 1963 bersama dengan Sabah dan Sarawak.

Munculnya gerakan rasis dan kerusuhan oleh orang Melayu terhadap Cina berdampak pada keluarnya Singapura dari Malaysia pada bulan Agustus 1965 dan mengumumkan kemerdekaan. 

Singapura merupakan negara multiras dengan jumlah populasi etnis Cina yang terdiri 76%, Melayu yang terdiri 15% dan India yang terdiri 7% (Chen, 1998: 50). Dengan berdirinya Singapura maka kemerdekaan politik tercapai dibawah pemerintahan People’s Action Party (PAP).

Dalam masa kepemimpinan pemerintahan People’s Action Party pendidikan merupakan hal yang urgent. Pendidikan di Singapura dianggap sebagai instrumen utama dalam proses pembentukan negara atau nationbuilding. Akan tetapi, pada awal kemerdekaan kualitas pendidikan dinilai cukup rendah. 

Hingga awal kemerdekaan hanya orang-orang dari golongan atas yang berpendidikan tinggi. Sekitar dua juta penduduk Singapura buta huruf dan tidak memiliki keterampilan (OECD, 2010: 161). 

Untuk itu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah Singapura berupaya menerapkan berbagai sistem pendidikan dengan harapan dapat menghasilkan output yang memiliki keterampilan menghadapi kompetisi di era global. 

Sistem pendidikan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang diarahkan pada pengembangan warga dunia yang memiliki kompetensi untuk menghadapi tantangan global. Salah satu muatan kurikulum yang mengembangkan kompetensi warga negara yakni melalui pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Setelah kemerdekaan, sistem pendidikan nasional Singapura telah menempatkan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu instrumen pembangunan bangsa. 

Terbukti dari tahun 1959 hingga 2011, Kementerian Pendidikan Singapura (Ministry of Education/MOE) telah mengeluarkan beberapa program Pendidikan Kewarganegaraan yang disesuaikan dengan perkembangan bangsa. 

Perubahan berbagai program Pendidikan Kewarganegaraan telah menjadi agenda nasional dengan memperhatikan perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman. 

Saat ini mulai jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah hingga pra-universitas telah menggunakan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan pada tahun 2011. 

Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang terbaru, selain mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan juga menekankan pengajaran tentang karakter. 

Hal ini merupakan langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam merespon perkembangan global. Selain itu, kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang terbaru juga memberikan pemahaman kepada para siswa tentang nilai dan sikap kewarganegaraan melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif.

Leifer menyatakan bahwa “One of the major success stories in nationbuilding is Singapore” (Lee, dkk. 2004: 119). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa Singapura sering digunakan sebagai contoh dalam proses pembangunan bangsa. 

Sebagai negara yang berkembang dengan pesat, Singapura memiliki dinamika pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berbeda dengan negara-negara lain. 

Atas dasar pendapat Leifer, dalam tulisan ini mencoba mengkaji lebih dalam mengenai perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura.

Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura

Sistem pendidikan nasional di Singapura ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan pemimpin politik melalui berbagai kebijakan seperti pengembangan kurikulum. 

Bahan kurikulum meliputi buku pelajaran dan buku panduan guru yang dikembangkan dan diproduksi oleh Kementerian Pendidikan. Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura menurut Sim & Print (2005: 61) telah dianggap sebagai saham yang tinggi dan mendesak, sehingga dijadikan prioritas utama bagi para pemimpin politik untuk memegang peranan secara langsung atas program Pendidikan Kewarganegaraan.

Pada tahun 1959 sampai tahun 1966, Kementerian Pendidikan menerbitkan silabus Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan sebagai pengajaran Ethics pada jenjang sekolah dasar dan menengah.

Tujuan pengajaran Ethics untuk menanamkan pada siswa nilai-nilai etika seperti kesopanan, kejujuran, ketekunan dan kebaikan (Chen, 1998: 52). 

Pengembangan nilai-nilai etika tersebut dirancang untuk dijadikan dasar pengembangan karakter agar menjadi generasi yang mampu menghormati diri dan sesama serta menjadi warga negara yang baik.

Pada tahun 1967, pengajaran Ethics diganti dengan Civics. Pada jenjang sekolah dasar tujuan utama dari silabus Civics sama dengan pengajaran Ethics, yakni menanamkan nilai-nilai kesopanan, kejujuran, ketekunan, dan kebaikan. 

Pada jenjang sekolah menengah, silabus Civics mengajarkan topik-topik tentang konstitusi, perundang-undangan dan hubungan internasional, termasuk nilai-nilai seperti patriotisme, loyalitas, dan kesadaran masyarakat. 

Tujuan dari silabus Civics pada jenjang sekolah menengah untuk membina para siswa agar memiliki rasa tanggung jawab, sosial serta cinta tanah air (Sim & Print, 2005: 61). 

Menurut laporan Moral Education Report 1979 (Chen, 1998: 52-53) menyatakan bahwa silabus Civics tidak berisi konten yang cukup tentang pengajaran nilai-nilai moral. Sehingga antara tujuan dan pengajaran pada silabus Civics terdapat ketidaksesuaian yang berdampak pada pembelajaran Civics yang membosankan dan dogmatis.

Pada tahun 1973, dikeluarkan program Educating for Living (EFL) yang terintegrasi dalam Civics, Sejarah dan Geografi pada jenjang sekolah dasar. Program EFL mengajarkan nilai-nilai seperti bakti, sosial, disiplin, serta kepedulian terhadap keluarga, lingkungan dan bangsa (Chen, 1998: 53). 

Program EFL dikembangkan dengan tujuan pendidikan sosial dan moral untuk siswa dalam mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang sejarah bangsa. 

Selain itu, program EFL juga menekankan pada pentingnya pembangunan bangsa dan tugas siswa sebagai warga negara untuk setia dan bertanggung jawab terhadap bangsa.

Pada bulan Oktober 1978 sebuah komite dibentuk untuk meninjau pengajaran pendidikan moral. Menurut laporan Ong Teng Cheong pada Report on Moral Education 1979 menunjukkan bahwa program EFL dan Civics merupakan program yang tidak menarik dan membosankan serta tidak relevan dengan pengajaran pendidikan moral (Chen, 1998: 54).

Selain itu, untuk mengantisipasi pengaruh pertumbuhan nilai-nilai Barat di kalangan generasi muda dan memperkuat pendidikan moral, maka program EFL digantikan dengan Good Citizen pada jenjang pendidikan dasar dan Being and Becoming pada jenjang pendidikan menengah.

Kedua program ini memfokuskan pada nilai-nilai dan pendidikan moral. Program Being and Becoming diperkenalkan pada jenjang sekolah menengah dalam tiga tahap dari tahun 1983 ke tahun 1985 dengan menggunakan metode pendekatan deliberatif yang mendorong siswa untuk merenungkan tentang nilai-nilai. 

Tujuan dari program ini membentuk siswa menjadi warga negara yang rasional dan bertanggung jawab (Chen, 1998: 54). Pada saat yang bersamaan program Good Citizen diperkenalkan dengan menggunakan bahasa Cina pada jenjang sekolah dasar. 

Program Good Citizen diajarkan dengan menggunakan pendekatan didaktik yang berpusat pada guru. Pada tahun 1982, Kementerian Pendidikan mengumumkan kebijakan tentang Religious Knowledge dan Confucian Ethics untuk memperkuat pengajaran nilai-nilai moral. 

Chen (1998: 55) menyatakan bahwa siswa pada jenjang sekolah menengah akan ditawari kurikulum Religious Knowledge yang meliputi enam pilihan, seperti Pengetahuan Alkitab, Studi Buddhis, Etika Konghucu, Studi Hindu, Pengetahuan Agama Islam, dan Studi Sikh. Enam pilihan dari Religious Knowledge merupakan mata pelajaran wajib. 

Bahan materi yang diajarkan dikembangkan oleh Lembaga Pengembangan Kurikulum di Singapura (Curriculum Development Institute of Singapore). 

Hasil refleksi pelaksanaan program Religious Knowledge dinilai cenderung memisahkan kelompok-kelompok etnis dan agama yang mengakibatkan tidak terciptanya kerukunan antarumat beragama. 

Menindaklanjuti hal tersebut, pada bulan Oktober 1989 pemerintah memutuskan untuk membatalkan program Religious Knowledge sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dan kembali pada program Good Citizen dan Being and Becoming.

Program Good Citizen dan Being and Becoming tidak berhasil mencapai tujuan pemerintah untuk pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka pada tahun 1992 digantikan dengan program Civics and Moral Education (CME). 

Silabus Civics and Moral Education dirancang oleh Curriculum Planning Division untuk memperkuat proses pembentukan moral siswa melalui akusisi pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mampu memaksimalkan potensi siswa dalam menjalani kehidupan serta berkontribusi untuk keharmonisan sosial dan kemajuan bangsa (Chen, 1998: 57).

Pada tahun 1997, Departemen Pendidikan menerbitkan program National Education. Sim (2005) secara khusus menjelaskan bahwa sasaran pengajaran program National Education ini terdiri atas empat unsur, yaitu untuk mengembangkan:

  1. Rasa identitas, kebanggaan dan harga diri di kalangan pemuda; 
  2. Keberhasilan sejarah bangsa Singapura;
  3. Pemahaman tantangan unik bangsa Singapura; dan
  4. Pengajaran nilai-nilai kemasyarakatan (Lee, 2012: 506).

Pada tahun 2001, telah diterbitkan program Social Studies sebagai mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan pra-universitas. 

Lee (2012: 506) menjelaskan bahwa tujuan dari program Social Studies untuk mengajarkan para siswa bagaimana memahami isu-isu yang mempengaruhi perkembangan sosial-ekonomi, pemerintahan dan masa depan bangsa; belajar dari pengalaman negara-negara lain untuk membangun dan mempertahankan politik, sosial, dan ekonomi; dan untuk mengembangkan warga negara yang memiliki empati terhadap orang lain serta berpartisipasi secara bertanggung jawab dan bijaksana dalam masyarakat multietnis, multikultur dan multiagama.

Pada tahun 2011, Kementerian Pendidikan mengeluarkan program Character and Citizenship Education. Program ini diterapkan pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan pra-universitas. 

Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah program Character and Citizenship Education diterapkan untuk membangun pengetahuan dasar siswa tentang nilainilai dan cita-cita negara. 

Pada tingkat pra-universitas tujuan pengajaran program Character and Citizenship Education untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap kewarganegaraan melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif (Ministry of Education, 2016: 3). 

Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura

Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura merupakan aspek utama dalam pembelajaran di sekolah. Menindaklanjuti hal tersebut, pada tahun 1997 Perdana Menteri Goh Chok Tong telah mengeluarkan program National Education untuk menanamkan nilai-nilai, tradisi, kompetensi dan keterampilan pada siswa. 

Selain itu, program National Education muncul sebagai akibat dari keadaan darurat politik yang dialami bangsa Singapura yang disebabkan terjadinya gesekan diplomatik antara Singapura dengan Malaysia pada masa awal kemerdekaan. 

Tujuan dari program National Education menurut Kementerian Pendidikan (2000a) yakni pada tingkat dasar bertujuan agar para siswa mencintai bangsa Singapura, pada tingkat menengah bertujuan agar para siswa mengetahui dan mengenal bangsa Singapura dan pada tingkap prauniversitas bertujuan untuk mempimpin bangsa Singapura (Tan & Chew, 2004: 598). 

Tujuan lain dari program National Education adalah untuk mengembangkan hubungan nasional. Lee, dkk (2004: 125) menegaskan bahwa hal itu dimaksudkan untuk mengembangkan identitas kebanggaan dan harga diri sebagai warga negara, mengetahui sejarah bangsa, mampu menghadapi kendala dan kerentanan, menanamkan nilai-nilai kehidupan, serta memiliki kemauan untuk menang sehingga mampu menjamin kesuksesan dan kesejahteraan bangsa.

Program National Education diimplementasikan ke dalam pengajaran mata pelajaran yang ada, terutama pada Pendidikan Kewarganegaraan dan kegiatan ko-kurikuler sekolah. 

Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan untuk membekali para siswa dengan pengetahuan dan keterampilan sebagai pemimpin masa depan dalam membuat keputusan bagi bangsa dan bertanggung jawab untuk berkontribusi dalam membentuk masa depan bangsa. 

Senada dengan pernyataan tersebut, Kerr (1999: 6) menjelaskan bahwa kewarganegaraan atau Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan penafsiran yang luas mencakup penyiapan orang-orang muda berkenaan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara terutama yang dilakukan melalui pendidikan (sekolah, kegiatan mengajar dan belajar).

Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura melalui program Character and Citizenship Education dimulai sejak tahun 2011.

Tujuan program Character and Citizenship Education untuk menanamkan nilai-nilai dan membangun kompetensi siswa agar menjadi warga negara yang baik dan berguna bagi negara (Ministry of Education, 2014: 1).

Praktik pengajaran Character and Citizenship Education mengajarkan pada siswa sebagai warga negara yang baik untuk memenuhi kewajiban dan tugas mereka kepada bangsa. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk saling menghormati, melindungi, dan berbagi antar sesama.

1. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Jenjang Pendidikan Dasar

Agenda mendesak untuk Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura yakni perlu adanya penyelarasan konten Pendidikan Kewarganegaraan dengan kebutuhan nasional dan masyarakat.

Untuk mewujudkan keselarasan tersebut, dibutuhkan kebiasaan baik untuk saling bekerja dan berkomitmen. Hal ini penting untuk dilakukan dalam menghadapi dampak globalisasi yang menimbulkan tantangan konstan yang menguji kesetiaan nasional para generasi muda. 

Selain itu, pengetahuan yang luas juga diperlukan untuk membangun masyarakat Singapura dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa.

Komponen pengajaran program Character and Citizenship Education terdiri atas pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, periode bimbingan guru, Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah, serta Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis modul. 

Dalam silabus Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan dasar menanamkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang secara eksplisit diajarkan dalam komponen pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, periode bimbingan guru, serta Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah. 

Berikut disajikan tabel pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education di Singapura pada jenjang pendidikan dasar.

Tabel 1. Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan dasar

Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan dasar
Sumber: Ministry of Education Singapore (2014: 7)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kurikulum program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan dasar bersifat wajib dan dikemas sebagai materi inti yang berdiri sendiri.

Beban belajar perminggu terdiri atas 1 jam untuk pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, setengah jam untuk periode bimbingan guru dan setengah jam untuk Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah. Total beban belajar pertahun pada tingkat bawah adalah 60 jam dan pada tingkat atas adalah 75 jam.

Pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pengajaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dengan menggunakan Bahasa Ibu (Mother Tongue Languages).

Periode bimbingan guru menekankan pengajaran pada kompetensi emosional dan sosial serta membangun hubungan antara guru dengan siswa. 

Sedangkan Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah menekankan pada program yang terkait dengan Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan dan pelajaran tentang nilai-nilai sekolah. Pentingnya pengajaran Character and Citizenship Education menurut Tan & Chew (2004: 600) bahwa siswa harus dididik secara moral tentang nilai-nilai agar memiliki komitmen untuk mengamalkan nilai-nilai dan kebudayaan bangsa.

Dalam silabus jenjang pendidikan dasar siswa harus dilatih untuk berkontribusi dalam pertahanan nasional. Siswa juga diminta untuk menumbuhkan sikap nasionalisme. 

Berdasarkan silabus ini para siswa diajarkan nilai-nilai moral sehingga para siswa mampu memahami cita-cita dan prinsip moral yang dipertahankan oleh bangsa. Hasil yang diinginkan dari pendidikan ini bahwa tolok ukur nilai moral menyesuaikan dari apa yang dianggap sebagai nilai ideal  bagi bangsa.

2. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di Tingkat Pendidikan Menengah

Orientasi pendidikan nasional menekankan PendidikanKewarganegaraan pada jenjang pendidikan menengah. 

Tan & Chew (2004: 601) menjelaskan bahwa tema pengajaran pada jenjang pendidikan menengah mengikuti urutan yang sama dengan silabus pada jenjang pendidikan dasar, yakni dimulai dengan diri sendiri dan dilanjutkan melalui keluarga dan masyarakat, dan puncaknya pada warisan bangsa serta mampu menghadapi tantangan di masa depan.

Pengajaran nilai pada jenjang ini secara eksplisit diajarkan dengan tujuan untuk kesejahteraan bangsa. Para siswa harus mengetahui tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa sejarah. Hubungan para tokoh dengan peristiwa sejarah merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pembangunan bangsa saat ini.

Komponen pengajaran program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah terdiri atas pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah, serta Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis modul. 

Dalam silabus Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah menanamkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang secara eksplisit diajarkan dalam komponen pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan dan Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah. Berikut disajikan tabel pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education di Singapura pada jenjang pendidikan menengah.

Tabel 2. Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah

Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah
Sumber: Ministry of Education Singapore (2014: 6)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah bersifat wajib dan dikemas sebagai materi inti yang berdiri sendiri. 

Beban belajar perminggu adalah 2 jam. Total beban belajar pertahun pada tingkat bawah adalah 60 jam, dengan rincian 20 jam untuk pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, 13 jam untuk Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis modul dan 27 jam untuk Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah.

Pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan menengah menekankan pengajaran pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai untuk pembentukan karakter dan kewarganegaraan. Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis modul menekankan pada program yang terkait dengan Character and Citizenship Education dan pelajaran tentang nilai-nilai sekolah. 

Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan berbasis sekolah menekankan pada pendidikan dan bimbingan karir, serta dunia kesehatan.

Dalam silabus Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah yang dilaksanakan pada tahun 2011 menekankan pada penanaman nilai-nilai dan kompetensi siswa agar menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi bangsa Singapura (Ministry of Education, 2014: 1). 

Tujuan pengembangan silabus Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan menengah sama dengan yang dikembangkan pada jenjang pendidikan dasar, yakni merupakan konsep yang dibangun oleh Kementerian Pendidikan dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa pada abad ke-21.

3. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di Tingkat Pendidikan Pra-Universitas

Pada jenjang pendidikan pra-universitas juga telah diterapkan program Character and Citizenship Education. Tujuan diterapkan program Character and Citizenship Education menurut Kementerian Pendidikan Singapura adalah sebagai berikut.
  • Membuat pilihan dan keputusan yang bertanggung jawab di tengah-tengah kompleksitas dan ambiguitas lingkungan global saat ini;
  • Menjadi tujuan dalam mengejar pendidikan, karir dan tujuan kehidupan;
  • Berusaha untuk memahami dan menghargai dari berbagai perspektif;
  • Tangguh, mudah beradaptasi dan optimis dalam menghadapi kesulitan;
  • Menunjukkan tanggung jawab sosial dan berkontribusi dalam masyarakat; dan
  • Bangga menjadi warga Singapura yang berkomitmen untuk membangun masa depan bangsa dan memahami peran bangsa di dunia (Ministry of Education, 2016: 3).
Secara umum diterapkannya program Character and Citizenship Education untuk menyiapkan siswa dalam bersikap dan berkomitmen guna menghadapi tantangan abad ke-21. 

Para siswa dilatih untuk berpikir kritis serta kreatif yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi, sosial, nasional, serta global.

Sasaran pengajaran program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan pra-universitas meliputi delapan unsur (Ministry of
Education, 2016: 10), yaitu untuk mengembangkan:
  • Kesadaran diri dan keterampilan managemen diri untuk mencapai kesejahteraan.
  • Bertindak dengan integritas dan membuat keputusan yang bertanggung jawab dengan menjunjung prinsip-prinsip moral.
  • Kesadaran sosial dan keterampilan interpersonal untuk membangun dan memelihara hubungan positif berdasarkan sikap saling menghormati.
  • Tangguh dan memiliki kemampuan untuk mengubah sebuah tantangan menjadi sebuah peluang.
  • Bangga terhadap identitas nasional dan berkomitmen untuk pembangunan bangsa.
  • Keragaman nilai sosial budaya dan mempromosikan hubungan sosial dan harmoni.
  • Peduli terhadap sesama dan berkontribusi secara aktif demi kemajuan masyarakat dan bangsa.
  • Merenungkan dan menanggapi isu-isu nasional dan global sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Berdasarkan delapan unsur sasaran pengajaran program Character and Citizenship Education telah dipetakan hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan pra-universitas yang menekankan pengajaranpada tiga aspek yang saling terkait, yakni identitas, hubungan, dan pilihan. 

Identitas (identity) menekankan pada konsep pemahaman diri siswa, tentang bagaimana cara membangun identitas pribadi dan bertanggung jawab atas tindakan mereka serta bagaimana cara membangun hubungan yang baik dengan orang lain. 

Pada aspek hubungan (relationship) mengajarkan pada siswa bahwa dengan menjalin hubungan yang baik dalam orang lain dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan pilihan. Sedangkan pada aspek pilihan (choices) mengajarkan pada siswa tentang bagaimana membuat atau menentukan pilihan-pilihan yang benar atau salah yang didasarkan pada nilai-nilai.

Komponen pengajaran program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan pra-universitas terdiri atas pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, tingkat kelompok Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan, serta penyesuaian pengalaman pembelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan. 

Berikut disajikan tabel pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education di Singapura pada jenjang pendidikan pra-universitas.

Tabel 3. Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pra-universitas

Pengorganisasian kurikulum Character and Citizenship Education pada jenjang pra-universitas
Sumber: Ministry of Education Singapore (2014: 14)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa program Character and Citizenship Education pada jenjang pendidikan pra-universitas bersifat wajib dan dikemas sebagai materi inti yang berdiri sendiri. 

Total beban belajar pertahun adalah 80 jam, dengan rincian 40 jam untuk pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan dan 40 jam untuk Tingkat kelompok Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan. 

Pelajaran Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan pra-universitas mengajarkan pelajaran sesuai dengan tema yang tertera dalam silabus. 

Untuk Tingkat kelompok Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada pengalaman yang berkaitan dengan Character and Citizenship Education, seperti pengembangan kepribadian, kepemimpinan, karir, dan sebagainya. 

Sedangkan Penyesuaian Karakter dan Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada pengalaman belajar siswa.

4. Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Sejatinya pendekatan pengajaran program Character and Citizenship Education di Singapura menekankan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan pendekatan pengajaran berbasis proses sebagai berikut.
  • Story telling Approch
  • Consideration Approach
  • Cognitive Development Approach
  • Experiential Learning Approach
  • Modified Values Clarification Approach (Ministry of Education, 2014: 32).
Adapun strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan pengajaran yang digunakan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tingkat pertama adalah sebagai berikut.
  • Role-playing
  • Cooperative Learning
  • Reflection
  • Clarify, Sensitive, influence (CSI) questioning process
  • Thinking Routines
  • Group work
  • Circle Processes (Ministry of Education, 2014: 32).
Selain itu, pendekatan pengajaran Character and Citizenship Education yang digunakan pada jenjang pendidikan pra-universitas adalah sebagai berikut.
  • Cooperative and Collaborative Learning
  • Scenario-Based Inquiry and Case Studies
  • Experiential Learning
  • Modified Values Clarification (Ministry of Education, 2016: 20).
Pembelajaran Character and Citizenship Education didasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk memilih strategi pembelajaran yang memfasilitasi
siswa untuk terlibat secara aktif. 

Para siswa didorong untuk menerapkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif sehingga mampu membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman belajarnya. 

Selain membangun pengetahuan, dalam silabus juga menjelaskan komponen kepribadian dan pengembangan karakter melalui serangkaian kegiatan yang bertujuan melatih siswa memiliki rasa
keberanian dan komitmen. 

Di sisi lain pengajaran Character and Citizenship Education untuk mempersiapkan siswa dalam merespon arus globalisasi dengan mengembangkan kemampuan ekonomi berbasis pengetahuan abad 21.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk Abad 21

Berdasarkan sejarah perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura menunjukkan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian lebih dalam mengembangkan program Pendidikan Kewarganegaraan.

Hal ini merupakan suatu reaksi kebutuhan yang dirasakan untuk menanggapi berbagai isu yang berkembang dalam masyarakat, seperti identitas nasional, keadilan sosial, toleransi, multikulturalisme dan hak asasi manusia. 

Selain itu, arus globalisasi yang tidak dapat dihindari juga menjadi faktor penting adanya pembaharuan program Pendidikan Kewarganegaraan yang sesuai dengan kebutuhan waktu.

Dalam menjawab tantangan di atas, orientasi pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura menekankan pada tantangan bangsa di abad 21. Perdana Menteri Goh Chok Tong dalam 7th International Conference menyebutkan bahwa pentingnya menyiapkan bangsa untuk abad 21 adalah sebagai berikut.
  1. Kekayaan bangsa di abad 21 tergantung pada kapasitas orang untuk belajar.
  2. Tiga hal tantangan di masa depan. Pertama, untuk menghadapi dunia global dengan menangkal hambatan arus barang, jasa dan informasi. Persaingan antarkota, negara, sub-wilayah dan daerah akan semakin ketat. Kedua, pengetahuan dan inovasi menjadi hal yang kritis. Ketiga, diperlukan perubahan yang cepat di segala bidang.
  3. Untuk mempersiapkan diri demi masa depan yang cerah, masa depan dengan persaingan yang ketat dan kompetitif yang di dukung dengan teknologi dan konsep yang terus meningkat (Lee, 2012: 506).

Berbagai tantangan dalam abad 21 menuntut adanya perubahan yang cepat dalam segala hal. Dalam mewujudkan perubahan tersebut dibutuhkan keterampilan warga negara untuk berpikir dan bertidak secara kritis, keratif serta inovatif. 

Hal ini sesuai dengan pernyataan Kennedi (2008) bahwa negara-negara di Asia telah melakukan reformasi kurikulum pendidikan yang mengembangkan keterampilan untuk abad ke-21, keterampilan tersebut meliputi berpikir kritis, kreatif dan menciptakan ide-de, informasi, interaksi dan kemampuan berkomunikasi, melek kewarganegaraan, kesadan global dan keterampilan lintas budaya (Lee, 2012: 507).

Secara umum aspek kunci dari keterampilan abab ke-21 yang harus dimiliki oleh warga negara adalah katerampilan/kecakapan diri (soft skills). Soft skills dalam arti luas meliputi beberapa aspek, yakni rasa percaya diri, kerja sama, toleransi dan jaringan sosial. 

Dengan mengembangkan berbagai aspek tersebut dapat mewujudkan warga negara yang aktif serta demokratis. Lebih lanjut Merryfield & Duty (2008)  menggambarkan empat aspek keterampilan yang diperlukan untuk kewarganegaraan aktif sebagai berikut.

  1. Keterampilan dalam perspektif kesadaran untuk memahami makna dari berbagai pandangan yang berbeda.
  2. Kompetensi antarbudaya untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat multikultural saat ini.
  3. Kemampuan berpikir kritis, terutama kemampuan untuk mengevaluasi informasi yang saling bertentangan,
  4. Kebiasaan pemikiran yang kompatibel dengan rasa tanggung jawab (Lee, 2012: 508).

Berdasarkan empat aspek keterampilan di atas, dapat dipahami bahwa untuk mewujudkan kewarganegaraan aktif diperlukan serangkaian dimensi yang saling berhubungan. Dimensi tersebut meliputi dimensi pribadi, dimensi sosial, dimensi ruang serta dimensi waktu. 

Sekolah melalui pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kesempatan bagi warga negara muda untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai yang diperlukan pada abad 21. 

Dalam mewujudkan sekolah sebagai pembentuk warga negara muda yang aktif maka perlu adanya sistem pendidikan yang menyesuaikan dengan tantangan kehidupan saat ini. 

Di Singapura dengan menerapkan program Character and Citizenship Education merupakan bentuk perhatian terhadap pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi untuk abad 21.

Adapun program Character and Citizenship Education diarahkan untuk pembentukan karakter warga muda yang memiliki pengetahuan serta aktif dalam berpartisipasi secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Partisipasi tersebut berkaitan dengan kehidupan politik, ekonomi, sosial serta budaya. Branson (1999: 8) menjelaskan bahwa tiga aspek utama yang harus dimiliki warga untuk menjadi warga negara yang baik meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), serta watak-watak kewarganegaraan (civic dispositions). 

Pengetahuan kewarganegaraan berkaitan dengan apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara. Kecakapan kewarganegaraan dapat berupa kecakapan intelektual dan partisipatoris. 

Watak-watak kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat publik dan privat yang harus dimiliki warga negara untuk memelihara dan mengembangkan demokrasi konstitusional. 

Dalam menyikapi hal tersebut, program Character and Citizenship Education telah menekankan pengajaran pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Program ini bertujuan untuk menyiapkan generasi muda yang berkompeten pada abad ke-21.

Kesimpulan

Hasil review perkembangan konsep Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura menunjukkan bahwa konsep yang dikembangkan disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. 

Pentingnya penanaman nilai-nilai dan membangun kompetensi terhadap generasi muda menjadi fokus utama pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 

Dengan menyiapkan generasi muda sebagai warga negara yang baik dinilai sebagai modal utama dalam menyiapkan generasi kepemimpinan bangsa Singapura. 

Perkembangan isu-isu global dalam masyarakat, seperti identitas nasional, keadilan sosial, toleransi, multikulturalisme serta hak asasi manusia menjadi sebuah refleksi pemerintahan bagi peningkatan kualitas dan kompetensi kewarganegaraan bangsa Singapura.

Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda pada abad 21. 

Melalui berbagai reformasi pendidikan telah merubah pelaksanaan pembelajaran yang lebih efektif, seperti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang awalnya berpusat pada guru (teacher centered) telah bergeser pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). 

Program Character and Citizenship Education merupakan wahana Pendidikan Kewarganegaraan yang dibangun oleh Kementerian Pendidikan dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa pada abad ke-21 yang menekankan pada hubungan yang saling terkait antara nilai-nilai inti, kompetensi emosional dan sosial, serta keterampilan kewarganegaraan.

Kompetensi pada nilai-nilai inti meliputi rasa hormat, keselarasan, ketahanan, tanggung jawab, integritas, dan kepedulian. Kompetensi nilainilai inti tersebut merupakan dasar bagi pembentukan karakter yang baik bagi warga negara. 

Selanjutnya pada kompetensi emosional dan sosial merupakan keterampilan tambahan untuk mengelola emosi dan mengembangkan kepedulian terhadap sesama. 

Kompetensi emosional dan sosial ini dikategorikan ke dalam lima domain yang saling terkait, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, managemen hubungan dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 

Pada kompetensi keterampilan kewarganegaraan diartikulasikan dalam domain literasi masyarakat, kesadaran global dan keterampilan lintas-budaya. 

Kompetensi keterampilan ini dikategorikan ke dalam beberapa domain, yaitu aktif dalam kehidupan bermasyarakat, kesadaran global, nasional dan identitas budaya, serta kesadaran dan kepekaan terhadap sosial budaya.

Program Character and Citizenship Education menekankan pengajaran pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Selain itu, program Character and Citizenship Education juga menekankan pengajaran untuk pembentukan karakter warga muda yang memiliki pengetahuan serta aktif dalam berpartisipasi secara bijaksana dan bertanggung jawab. 

Dalam mendefinisikan hasil belajar yang berorientasi pada abad ke-21, program Character and Citizenship Education mengembangkan beberapa aspek kewarganegaraan yang meliputi rasa percaya diri, mandiri, peduli, serta membangun warga negara yang aktif. 

Posting Komentar untuk "Mengenal Sistem Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura"