Manajemen Pendidikan Islam: Pengertian, Definisi, Fungsi dan Ruang Lingkupnya
Manajemen Pendidikan Islam - Manajemen, pada dasarnya, bukan merupakan hal yang baru dalam kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu, manusia sudah mengenal manajemen.
Meskipun, secara keilmuan, manajemen baru dirumuskan sekitar awal abad ke-19, tetapi praktiknya sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.
Secara historis, praktik manajemen dapat dilacak, misalnya, pada kehidupan masyarakat purbakala ketika mereka masih hidup dengan cara berburu serta dengan membentuk koloni-koloni (suku) tersendiri.
Setiap anggota di dalam koloni memiliki kewajiban untuk saling melindungi. Saat mereka berburu, secara tidak langsung, mereka telah melakukan praktik manajemen dengan membentuk pranata kehidupan yang bagi mereka dianggap paling rasional untuk keberhasilan mereka dalam memperoleh hasil buruan.
Misalnya, sebelum berburu, mereka telah mengangkat siapa yang harus memimpin upacara ritual, memimpin perburuan, dan seterusnya. Praktik manajemen ini terus berlangsung sampai mereka mengenal kehidupan bercocok tanam.
Masyarakat, pada masa itu, sudah mampu mengatur pembagian kerja seperti kaum perempuan yang harus bercocok tanam di dalam dan di sekitar gua tempat tinggal mereka. Sementara, kaum laki-lakinya pergi ke hutan atau menangkap ikan.
Berburu, bagi masyarakat purbakala, merupakan profesi yang dilakukan sebagai cara mereka mendapatkan makanan. Dan sebagai suatu profesi, ia akan berjalan dengan baik apabila memiliki tata kelola yang juga baik dan benar.
Dengan adanya kemampuan melakukan tata kelola yang baik, manusia akan mendapatkan manfaat lebih dalam menjalani berbagai profesi dalam kehidupannya.
Pengetahuan tentang tata kelola terhadap berbagai profesi inilah yang kemudian melahirkan rumusan rumusan ilmu manajemen yang terus berkembang sampai saat ini.
Griffin menyebut bahwa hingga abad ke-19, manajemen belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari banyak kalangan. Salah seorang yang menurut Griffin dapat dikatakan sebagai perintis manajemen awal adalah Robert Owen (1771–1885).
Owen merupakan seorang reformis dan industrialis asal Inggris. Sebagai seorang pemilik pabrik, Owen dikatakan sebagai manajer pertama yang mengakui arti penting sumber daya manusia dalam suatu organisasi, justru pada saat kalangan lain memandang para pekerja tidak ubahnya seperti mesin.
Asumsi Owen ketika itu bahwa untuk meningkatkan hasil produksi, seorang manajer harus lebih banyak memberikan perhatian kepada para pekerjanya.
Ide-ide mengenai manajemen baru bermunculan sekitar awal abad ke-20. Pada masa itu, banyak tulisan dari para manajer serta teoretikus yang bermunculan seiring dengan terjadinya evolusi bisnis.
Gagasan mendasar yang melandasi lahirnya ide-ide manajemen ini antara lain dipengaruhi oleh satu keinginan yang sama; bagaimana seharusnya mengoperasikan suatu bisnis.
Beberapa uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa praktik manajemen merupakan hal yang sangat erat berkaitan dengan profesi kehidupan manusia sejak zaman purbakala. Namun demikian, aspek keilmuannya baru muncul para periode-periode awal abad ke-20.
Setiap jenis profesi memerlukan ilmu manajemen. Ilmu ini diperlukan terutama agar manusia mampu mengelola dengan baik setiap organisasi, baik organisasi bisnis maupun sekolah, yang sedang dijalankannya.
Tanpa didasari ilmu manajemen, maka organisasi apa pun, termasuk organisasi pendidikan (sekolah), tidak akan mendapatkan hasil maksimal.
Setiap organisasi lembaga pendidikan, dalam praktiknya, memiliki dasar filosofi manajemen yang berbeda antara lembaga pendidikan umum dengan lembaga pendidikan berbasis agama.
Salah satunya, lembaga pendidikan Islam, seperti halnya madrasah dan pesantren. Pembahasan berikut akan fokus tentang manajemen dalam lembaga pendidikan Islam.
Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Sampai saat ini, manajemen masih belum dapat dikatakan memiliki definisi yang baku dan mapan sehingga dapat diterima oleh semua kalangan.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengertian-pengertian tentang manajemen akan selalu berkembang seiring dengan perubahan zaman. Tetapi, terkait dengan manajemen pendidikan Islam, kita dapat memahami melalui beberapa definisi berikut:
1. Definisi Manajemen
Secara etimologi, kata ‘manajemen’ berasal, salah satunya, dari bahasa Italia, ‘maneggiare’. Kata ini mengandung arti ‘mengendalikan’. Konteks yang digunakan dalam kata ‘maneggiare’ terutama adalah mengendalikan kuda, yang kata itu sendiri oleh sebagian kalangan diyakini berasal dari bahasa Latin, ‘manus’ yang berarti tangan.
Sementara, menurut istilah, manajemen memiliki arti yang cukup beragam. Keragaman pengertian manajemen ini dipengaruhi oleh sudut pandang, keyakinan, serta pemahaman subjektif orang-orang yang mendefinisikan atau yang membuat definisi tersebut.
Akan tetapi, secara umum, manajemen diartikan sebagai proses pengelolaan terhadap suatu pekerjaan dengan tujuan memperoleh hasil serta demi mencapai tujuan-tujuan dengan cara melibatkan orang lain.
George R. Terry, sebagaimana dikutip Yayat M. Herujito, mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang berbeda yang di dalamnya terdiri dari proses planning, organizing, actuating, dan controlling.
Sementara, Marry Parker Follet menggarisbawahi bahwa manajemen, secara umum, merupakan aktivitas kontrol terhadap suatu organisasi. Dalam proses kontrol tersebut, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dan dilakukan berdasarkan konsep serta bersifat menyeluruh.
Terkait definisi manajemen, Terry mengemukakan, “Management is a district process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.”
Proses-proses dalam manajemen, sebagaimana dikemukakan Terry tersebut, harus dijalankan dengan cara menggunakan manusia maupun sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
James H. Donelly, sebagaimana dikutip Ahmad Khori, mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses yang dilakukan satu orang atau lebih untuk mengatur kegiatankegiatan melalui orang lain demi mencapai tujuan yang tidak mungkin tujuan itu tercapai bila dilaksanakan satu orang saja.
Pengertian lain tentang manajemen adalah mengatur, mengurus, atau mengelola. Manajemen juga berarti cara yang dilakukan secara sistematis dan terorganisasi untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama.
Karena itu, di dalam manajemen, terdapat perencanaan tujuan, pengadaan sumber daya, penataan tugas, komunikasi, dan pengendalian, yang tanpa semua itu, suatu tujuan tidak akan tercapai.
Menurut Argyris, sebagian besar manajemen organisasi, secara filosofis, didasarkan pada asumsi ekonomi dan dapat menciptakan hubungan yang terus berkembang dan memuaskan.
Dari sini, dapat dipahami bahwa untuk mengembangkan organisasi agar di dalamnya tercipta hubungan yang saling memuaskan dan menguntungkan, diperlukan manajemen yang tepat dan efektif. Dengan manajemen yang baik, suatu tujuan akan lebih mudah dicapai.
Dalam perkembangannya, beberapa teoretikus menempatkan manajemen dalam empat kategori. Pertama, manajemen sebagai ilmu. Manajemen dikatakan sebagai ilmu karena ia merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode-metode ilmiah yang di dalamnya meniscayakan setidaknya aspek rasional dan empiris.
Di samping itu, manajemen dikatakan sebagai ilmu karena ia merupakan bidang pengetahuan yang berusaha memahami secara sistematis mengapa dan bagaimana orang-orang dapat bekerja sama.
Karenanya, di dalam manajemen, terdapat upaya penerapan ilmu dan pendekatan analisis yang dilakukan secara integratif sebagaimana hal ini banyak dikembangkan dalam berbagai disiplin ilmu.
Pendapat Luther Gulick tentang manajemen barangkali dapat memberikan gambaran mengenai manajemen sebagai ilmu.
Gulick mengemukakan bahwa manajemen merupakan suatu bidang ilmu yang berusaha secara sistematis memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk mencapai tujuan sekaligus bagaimana mereka membuat sistem kerja sama itu lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Kedua, manajemen sebagai seni. Manajemen dikatakan sebagai seni karena ia bersinggungan dengan bagaimana mengambil keputusan, mengelola sumber daya manusia, memasarkan, dan seterusnya, yang proses tersebut membutuhkan seni tersendiri.
Di samping itu, manajemen dikatakan sebagai seni karena fungsi dan prinsip manajemen akan selalu dihadapkan pada problematika yang kompleks sehingga diperlukan kehadiran seorang pemimpin yang memiliki seni dalam memimpin untuk mencapai tujuan secara efektif.
Untuk itu, diperlukan keahlian, kemahiran, keterampilan, sekaligus kemampuan menerapkan prinsip, metode, serta teknik yang tepat sehingga semua sumber daya dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Ketiga, manajemen sebagai kiat. Manajemen dipandang sebagai kiat karena manajemen memerlukan landasan keahlian khusus yang secara keseluruhan dituntun dan diarahkan oleh suatu kode etik tertentu.
Dengan kata lain, dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditentukan, manajemen memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur orang lain dalam menjalankan tugas mereka.
Keempat, manajemen sebagai profesi. Manajemen dipandang sebagai profesi karena ada landasan nilai-nilai etik, kriteria, dan prinsip organisasi yang membutuhkan keahlian untuk dapat menjalankannya.
Dengan demikian, tidak setiap orang dapat menjalankan pekerjaan manajerial secara profesional sebagaimana kerangka ilmu manajemen itu sendiri.
Adanya prinsip-prinsip yang harus dijalankan menjadikan manajemen dipahami sebagai suatu profesi.
2. Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli
Sebagaimana halnya manajemen, kata ‘pendidikan’ juga memiliki pengertian yang cukup beragam di kalangan para ahli.
Secara etimologi, kata ‘pendidikan’ berasal dari bahasa Yunani ‘paedagogie’ dengan akar kata ‘pais’ dan ‘again’. Kata ‘pais’ mengandung arti anak, sementara kata ‘again’ bermakna membimbing. Dengan demikian, ‘paedagogie’ artinya adalah bimbingan yang diberikan kepada anak.
Kata ‘pendidikan’ juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, ‘education’. Sementara, kata ‘education’ itu sendiri juga berasal dari bahasa Yunani, ‘educare’ yang berarti membawa keluar apa yang tersimpan di dalam jiwa anak untuk dituntun sehingga ia tumbuh dan berkembang.
Para ahli memberikan pengertian yang beragam tentang arti pendidikan. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
a. John Dewey
John Dewey mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental dalam diri individu, termasuk juga kecakapan emosional terhadap alam dan sesama manusia.
M.J. Langeveld
M.J. Langeveld mengartikan pendidikan sebagai usaha, pengaruh, perlindungan, serta bantuan yang diberikan kepada anak sehingga memiliki kecakapan dalam melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupannya.
Thompson
Thompson mengartikan pendidikan sebagai bentuk pengaruh lingkungan terhadap individu dan menghasilkan perubahan dalam kebiasaan perilaku, pikiran, dan juga sifat yang tetap.
Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, jasmani, dan juga pikiran anak menuju kesempurnaan hidup serta agar anak selaras dengan alam dan masyarakat.
Sementara, menurut UU No. 20/2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara.
Selain pengertian tersebut di atas, pendidikan oleh sebagian ahli juga diartikan sebagai jalur mewariskan atau mewarisi kebudayaan. Pengertian ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk yang berkebudayaan.
Sementara, kebudayaan itu sendiri merupakan konfigurasi tingkah laku yang dipelajari yang kemudian diteruskan oleh masyarakat kepada masyarakat lainnya.
Dengan demikian, pendidikan merupakan jalur yang di dalamnya terjadi proses mewariskan atau mewarisi kebudayaan, dan hal itu dapat berlangsung secara terusmenerus dalam kehidupan manusia.
Dalam sudut pandang Islam, pendidikan memiliki banyak istilah yang terkandung pengertian beragam satu sama lainnya. Beberapa istilah dalam Islam yang secara umum menunjuk pada makna pendidikan antara lain adalah sebagai berikut:
- Ta’lim, yaitu pendidikan yang menitikberatkan pada pengajaran, penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu.
- Tarbiyah, yaitu pendidikan yang menitikberatkan masalah pada pendidikan, pembentukan dan pengembangan pribadi, serta pembentukan dan penggemblengan kode etik, norma, dan akhlak.
- Ta’dib, yaitu pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan merupakan sebuah usaha yang membentuk keteraturan susunan ilmu yang berguna bagi diri seorang muslim yang harus melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan, kepada dirinya sendiri, dan kepada masyarakat serta lingkungan sekitarnya.
- Imam Ghazali mengartikan pendidikan sebagai alriyadhah al-shibyan atau segala proses yang harus ditempuh oleh seorang anak (manusia) dalam rangka memberdayakan dirinya.
Beragamnya pengertian pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh para ahli di atas menunjukkan bahwa arti dari kata pendidikan itu sendiri memiliki sudut pandang yang bermacam-macam. Sehingga, definisi pendidikan antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda.
Tetapi, dari berbagai definisi tersebut di atas, setidaknya dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa pendidikan merupakan sebuah proses pembelajaran yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung antar seseorang maupun golongan.
Proses pembelajaran itu bisa berlangsung disengaja dan tidak disengaja yang dilakukan dalam ruangan maupun di luar ruangan untuk menambah ilmu pengetahuan serta dalam rangka memberdayakan potensi manusia.
3. Definisi Islam
Secara etimologi, kata ‘Islam’ berasal dari kosakata bahasa Arab ‘salima’ yang berarti selamat sentosa. Dari akar kata ini pula, terbentuk kata ‘aslama-yuslimu-islaman’, yang maknanya selamat, damai, patuh, taat, berserah diri, dan aman.
Sedangkan, makna Islam menurut istilah menunjuk pada suatu agama yang dibangun pada lima pilar, yaitu dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, serta melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.
Definisi lain tentang Islam adalah sikap ketundukan dan kepatuhan seseorang kepada peraturan-peraturan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw.
Sikap tunduk dan patuh itulah yang akan menjadikan seseorang dapat mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Islam sendiri merupakan agama yang mengandung ajaran-ajaran dan ide yang sangat universal. Sumber ide-ide universalitas dalam Islam itu, menurut Budhy Munawar Rachman, terletak salah satunya dalam arti kata ‘Islam’ sendiri.
Dengan demikian, Islam tidak hanya mengatur tentang bagaimana seseorang beribadah. Tetapi, Islam juga mengatur berbagai aktivitas dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah aktivitas belajar dan mengajar.
Definisi Manajemen Pendidikan Islam
Dari beberapa pengertian tentang manajemen, pendidikan, dan Islam tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa manajemen pendidikan Islam dapat diartikan sebagai upaya menggali dan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki umat Islam melalui kerja sama secara efektif agar potensi yang dimiliki dapat ditumbuhkembangkan demi tercapainya insan yang terdidik, berakhlak mulia, berguna, dan selamat.
Ramayulis, sebagaimana dikutip Saefullah, mendefinisikan manajemen pendidikan Islam sebagai proses pemanfaatan sumber daya umat Islam yang dilakukan dengan kerja sama yang efektif dan produktif demi mencapai kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Saat ini, manajemen pendidikan Islam merupakan bidang keilmuan yang sangat penting untuk mencapai tujuan berupa terciptanya kualitas pendidikan Islam yang lebih baik. Sebagai bagian dalam bidang keilmuan, manajemen pendidikan Islam memiliki objek formal dan objek material yang harus dikuasai dengan baik oleh setiap pengelola pendidikan.
Objek formal ilmu manajemen pendidikan Islam adalah ilmu manajemen dengan pendekatan yang dapat digunakan adalah riset ilmiah bidang manajemen.
Sedangkan objek materialnya adalah lembaga, pranata, serta organisasi pendidikan Islam baik yang bersifat formal, nonformal, maupun informal.
Dengan demikian, para pengelola lembaga pendidikan Islam, mau tidak mau, harus menguasai dengan baik dasar-dasar ilmu manajemen serta menerapkannya dalam mengelola lembaga pendidikan.
Fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam sebagai suatu organisasi akan berjalan dinamis manakala manajemennya berfungsi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh inti dari manajemen terutama terletak pada fungsinya.
Dalam dunia manajemen, pada umumnya, dikenal adanya fungsi manajemen yang meliputi planning, organizing, actuating, dan controlling. Keempat fungsi ini dapat diterapkan dalam berbagai organisasi, termasuk lembaga pendidikan.
Fungsi manajemen pendidikan Islam secara konseptual tidak jauh berbeda dengan manajemen pada umumnya. Di antara fungsi-fungsi manajemen itu antara lain sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat urgen dalam manajemen pendidikan Islam. Setiap proses perencanaan sedapat mungkin harus disusun secara sistematis, rapi, dan rasional.
Beberapa hal yang harus tercakup dalam perencanaan antara lain:
- Penentuan prioritas, sehingga pendidikan dapat berjalan dengan efektif. Dalam menentukan prioritas kebutuhan, seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, seperti masyarakat dan peserta didik, harus terlibat di dalamnya.
- Penetapan tujuan, yang berfungsi sebagai garis pengarahan sekaligus sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan berikut hasilnya.
- Penetapan tahap rencana tindakan atau formulasi prosedur.
- Penyerahan tanggung jawab, baik terhadap individu maupun kelompok kerja bersama
Fungsi perencanaan menuntut kemampuan berpikir yang kreatif, imajinatif, serta harus mampu menjembatani berbagai persoalan dalam lembaga pendidikan.
Selain itu, fungsi perencanaan harus mampu menjawab pertanyaan di mana peserta didik berada dan ke mana mereka harus dibawa.
Dalam hal menjalankan fungsi perencanaan, George R.Terry mengidentifikasi beberapa hal yang harus dilakukan:
- Menjelaskan dan memastikan serta memantapkan tujuan yang ingin dicapai.
- Berusaha meramalkan dan membaca peristiwa dan keadaan yang akan terjadi di waktu mendatang.
- Memperkirakan kondisi-kondisi pekerjaan yang akan dijalankan.
- Memilih dan menentukan tugas yang sesuai untuk tercapainya tujuan.
- Membuat perencanaan secara menyeluruh dengan menitikberatkan pada aspek kreativitas sehingga selalu mendapatkan hal-hal atau temuan baru yang lebih baik.
- Membuat kebijakan, prosedur, metode, dan juga standar kerja yang harus dilaksanakan.
- Memperkirakan peristiwa beserta setiap kemungkinankemungkinan yang akan terjadi.
- Membuat perubahan rencana berdasarkan petunjuk dan hasil pengawasan atau evaluasi.
Meskipun secara konseptual fungsi manajemen pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan fungsi manajemen pendidikan pada umumnya, tetapi nilainilai Islami harus menjadi sesuatu yang melekat dalam manajemen pendidikan Islam. '
Karena itu, dalam mengelola lembaga pendidikan Islam, yang dibutuhkan bukan sekadar profesionalisme yang tinggi, melainkan juga ada misi dan niat yang suci serta sikap mental yang besar dan benar sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
2. Fungsi Pengorganisasian
Suatu organisasi akan berjalan dengan efektif apabila fungsi pengorganisasiannya disusun dengan tepat. Fungsi pengorganisasian merupakan proses penentuan struktur, aktivitas, desain struktur, koordinasi, interaksi, wewenang, serta tugas yang jelas dan transparan.
Dalam pengorganisasian manajemen pendidikan Islam, terdapat prinsip-prinsip yang mesti dijalankan dengan konsisten, karena prinsip itulah yang akan memberikan gambaran seperti apa nantinya organisasi itu berjalan.Prinsip tersebut meliputi kebebasan, keadilan, dan musyawarah.
Dengan prinsip kebebasan, seseorang memiliki kesempatan untuk merealisasikan gagasannya, pikiran, perkataan, dan juga perbuatannya berlandaskan ajaran Islam.
Sementara, prinsip keadilan meniscayakan bahwa implementasi putusan dan keputusan dapat mengayomi dan memuaskan semua pihak. Sedangkan, prinsip musyawarah bertujuan agar semua pihak dapat bertanggung jawab atas keputusan yang sudah ditetapkan secara bersama.
Thomas S. Bateman, dalam bukunya Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif, mengemukakan bahwa fungsi pengorganisasian bertujuan menciptakan organisasi yang dinamis.
Dan untuk itu, halhal yang dapat dilakukan dalam fungsi pengorganisasian ini antara lain:
- Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang bersifat operasional.
- Melakukan pengelompokan tugas dalam setiap posisi secara proporsional.
- Melakukan penggabungan jabatan operasional ke dalam unit yang saling berkaitan.
- Menempatkan orang untuk bekerja sesuai dengan kapasitasnya.
- Menyesuaikan tanggung jawab dan wewenang bagi setiap anggota.
- Menyediakan fasilitas bagi pegawai.
- Memastikan bahwa organisasi berjalan sesuai dengan petunjuk hasil dan pengawasan.
3. Fungsi Penggerakan/Pelaksanaan
Fungsi penggerakan (actuating) pada dasarnya adalah bentuk arahan, motivasi, dan bimbingan yang diberikan kepada semua sumber daya dalam organisasi agar mereka memiliki kesadaran tinggi untuk menjalankan tugasnya dengan baik.
Dalam manajemen pendidikan Islam, fungsi ini meniscayakan adanya keteladanan, keterbukaan, konsistensi, keramahan, dan kebijaksanaan.
Berbagai arahan, motivasi, dan bimbingan itu perlu dilandasi oleh prinsip religius kepada orang lain sehingga mereka dapat bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya serta menjadikan tugas mereka sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab kepada Tuhan.
Fungsi penggerakan dalam manajemen lembaga pendidikan juga berarti upaya menggerakkan semua sumber daya dalam institusi pendidikan agar mereka bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan tugas masing-masing.
Banyak kalangan yang menilai bahwa dalam manajemen, fungsi penggerakan merupakan fungsi yang paling sulit di antara keseluruhan fungsi manajemen.
Sebab, fungsi penggerakan bersinggungan dengan semua manusia yang terlibat dalam suatu organisasi di mana mereka memiliki sifat, tingkah laku, keyakinan, harapan, emosi, kepuasan, serta mental yang berbeda-beda.
Tidak mengherankan kalau fungsi penggerakan terkadang diganti dengan istilah fungsi kepemimpinan (leading).
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan bertujuan mengawasi berbagai peristiwa yang terjadi dalam suatu organisasi, apakah ia telah sesuai atau tidak dengan rencana yang sudah disusun.
Dalam manajemen pendidikan, khususnya manajemen pendidikan Islam, pengawasan dilakukan terutama untuk mengetahui berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Pengawasan dapat dikatakan sebagai fungsi terakhir dalam manajemen. Dalam pengawasan, hal pokok yang dilakukan antara lain adalah dengan melakukan pengamatan sekaligus pengukuran yang dilakukan untukmengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja yang dicapai sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.
Apabila dalam proses pengawasan itu diketahui bahwa hasil kerja yang dicapai tidak sesuai dengan rencana, maka penting diketahui apa penyebab atau kendalanya dan bagaimana caranya agar hasil kerja sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Dalam proses pendidikan, fungsi pengawasan tidak harus dilakukan di akhir tahun, tetapi dapat dilakukan secara berkala dalam waktu yang lebih pendek. Tujuannya, agar kendala yang ditemukan dapat segera ditangani dengan baik dan cepat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam fungsi pengawasan ini antara lain:
- Melakukan pembandingan secara menyeluruh antara hasil kerja dengan rencana sebelumnya.
- Memberikan penilaian terhadap hasil pekerjaan sesuai dengan standar hasil kerja.
- Melakukan identifikasi data secara terperinci sehingga dapat diketahui perbandingan antara rencana, hasil kerja, kendala dengan segenap penyimpanganpenyimpangannya.
- Membuat saran tindakan perbaikan.
- Memberitahukan kepada anggota tentang hasil pengawasan yang diperoleh.
- Melaksanakan pengawasan sesuai standar pengawasan.
Dalam pendidikan Islam, fungsi pengawasan memiliki karakter yang berbeda dengan manajemen pendidikan lain.
Setidaknya, fungsi pengawasan ini harus diarahkan pada terbangunnya kesadaran bagi semua pihak bahwa dalam menjalankan pekerjaan, mereka harus bertanggung jawab karena senantiasa berada di bawah pengawasan Allah Swt.
Sementara, sikap tanggung jawab itu bukan hanya ditujukan pada atasan, manajer, tetapi juga kepada Tuhan. Kesadaran semacam itu akan menjadikan fungsi pengawasan tidak hanya berdimensi material, tetapi juga spiritual sehingga tujuan dari pelaksanaan kegiatan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan, pada dasarnya, merupakan alat mencapai tujuan pendidikan, yang hal itu dilakukan dengan cara mengatur semua bidang pendidikan.
Bidangbidang pendidikan yang menjadi basis garapan manajemen pendidikan meliputi semua kegiatan yang dapat menjadi penunjang proses belajar mengajar, sehingga tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan dapat tercapai.
Bidang garapan manajemen pendidikan tersebut, secara umum, dikategorikan sebagai bagian dari ruang lingkup manajemen pendidikan.
Dengan demikian, terdapat beberapa ruang lingkup manajemen, khususnya manajemen pendidikan Islam, antara lain:
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang berisi tentang tujuan, isi, serta bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran yang harus dikelola secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pendidikan.
Di samping itu, manajemen kurikulum juga menyangkut proses usaha bersama untuk memperlancar tercapainya tujuan pengajaran dengan menitikberatkan pada upaya peningkatan kualitas interaksi dalam proses belajar mengajar.
Menurut Asmendri, sebagaimana dikutip Indrawan, dalam manajemen kurikulum, prinsip yang harus diperhatikan adalah terciptanya sistem pengelolaan kurikulum secara kooperatif, sistemik, komprehensif, dan sistematik. Semua itu harus dijadikan acuan oleh setiap lembaga pendidikan sehingga tujuan kurikulum atau tujuan pendidikan dapat tercapai.
Karena itu, dalam manajemen kurikulum, aktivitas terpentingnya adalah aktivitas yang erat kaitannya dengan tugas guru serta aktivitas yang berkaitan erat dengan proses pembelajaran dan pengajaran itu sendiri.
Dalam masalah kurikulum, biasanya ada tiga komponen yang menjadi dasar penyusunan kurikulum, yaitu dasar psikologis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh peserta didik serta apa yang menjadi kebutuhannya, dasar sosiologis yang digunakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pendidikan, serta dasar filosofis yang digunakan untuk mengetahui nilai yang akan dicapai.
Tetapi, khusus kurikulum pendidikan Islam, pengembangannya harus senantiasa mengacu kepada al-Qur’an dan hadits sebagai landasan normatifnya. AlSyaibani, sebagaimana dikutip Umar dkk., menerangkan kerangka dasar tentang kurikulum Islam, antara lain:
- Dasar agama sebagai ruh dan target tertinggi dalam kurikulum dengan mengacu kepada sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan hadits.
- Dasar falsafah yang memberikan pedoman secara filosofis terhadap tujuan pendidikan Islam sehingga tujuan, isi, dan organisasi kurikulum mengandung nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran baik ditinjau dari sisi ontologis, epistemologis, dan juga aksiologisnya.
- Dasar psikologis yang memberikan landasan dalam perumusan kurikulum agar sejalan dengan perkembangan psikis peserta didik.
- Dasar sosial yang memberikan gambaran agar pendidikan Islam mengakar dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat.
2. Manajemen Peserta Didik
Manajemen peserta didik memiliki cakupan yang sangat luas. Ia tidak sekadar berkaitan kegiatan pencatatan peserta didik saja, tetapi juga menyangkut banyak aspek dan secara operasional dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan.
Pada prinsipnya, manajemen peserta didik merupakan bentuk layanan lembaga pendidikan yang fokus perhatiannya tertuju pada pengaturan, pengawasan, dan layanan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari pengenalan, pendaftaran, sampai pelayanan individual.
Menurut Eka Prihatin, sebagaimana dikutip Saihudin, agar manajemen peserta didik dapat dikelola dengan baik, maka perlu dipahami prinsip-prinsip pengelolaan peserta didik, di antaranya:
- Sebagai bagian dari manajemen sekolah, maka manajemen peserta didik harus memiliki kesamaan dengan visi, misi, dan tujuan manajemen sekolah secara keseluruhan.
- Segala bentuk kegiatan, manajemen peserta didik harus mengemban visi pendidikan dan dalam rangka mendidik siswa.
- Kegiatan manajemen peserta didik diupayakan untuk mempersatukan mereka yang sudah pasti memiliki latar belakang serta bakat berbeda.
- Kegiatan manajemen peserta didik harus dilihat sebagai upaya pengaturan terhadap semua aktivitas peserta didik.
- Kegiatan manajemen peserta didik harus mendorong terciptanya kemandirian peserta didik.
Dilihat dari fungsi kegiatannya, maka fungsi kegiatan manajemen peserta didik antara lain adalah sebagai berikut:
- Menangani penerimaan murid baru, yang bentuk kegiatannya bisa berupa pembentukan panitia, menentukan syarat pendaftaran, menyediakan formulir pendaftaran, dan lain sebagainya.
- Melakukan pencatatan biodata peserta didik.
- Membuat tata terbit untuk peserta didik baru maupun lama.
- Membuat daftar presensi peserta didik.
Prinsip mendasar yang juga harus dipahami setiap pengelola pendidikan Islam terkait manajemen peserta didik adalah pemahaman terhadap peserta didik itu sendiri berdasarkan perspektif Islam.
Di dalam Islam, pendidikan yang diberikan kepada peserta didik (murid) tidak sematamata ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual mereka, membekali mereka dengan berbagai keterampilan.
Tetapi, hal yang tidak kalah penting juga adalah mengarahkan mereka untuk menjadi manusia yang beradab.
Di samping itu, setiap peserta didik juga diarahkan untuk menjadi manusia yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa harus melepaskan identitas ketauhidannya.
Dengan demikian, pengelola pendidikan Islam, mau tidak mau, harus memiliki paradigma tentang anak atau peserta didik serta bagaimana seharusnya memperlakukan mereka berdasarkan informasi yang terdapat di dalam al-Qur’an dan hadits.
3. Manajemen Kepegawaian
Manajemen kepegawaian atau tenaga pendidikan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan penerimaan pegawai baru, surat keputusan, mutasi, surat tugas, berkas tenaga kependidikan, daftar umum kepegawaian, upaya peningkatan SDM pegawai, serta kinerja pegawai dalam institusi pendidikan.
Menurut Sulistyorini, manajemen kepegawaian (tenaga pendidik dan kependidikan), termasuk dalam lembaga pendidikan Islam, mencakup beberapa aspek, seperti aspek perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi, kompensasi, serta penilaian pegawai.
Mereka yang termasuk tenaga pendidik dan kependidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.
Karenanya, manajemen kepegawaian dibentuk dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja pegawai serta mendayagunakan potensi mereka agar mencapai hasil dan tujuan pendidikan secara optimal.
Kepegawaian atau juga disebut personalia dalam institusi pendidikan, dapat dibedakan atas tenaga kependidikan dan non-kependidikan (pendidik).
Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawas, peneliti, penilik, pustakawan, teknisi sumber belajar, pengajar, dan laboran. Sementara, tenaga non-kependidikan atau tenaga pendidik meliputi pengajar, pembimbing, pelatih.
Di samping itu, ada juga pengelola satuan pendidikan yang meliputi kepala sekolah, ketua, direktur, rektor, dan termasuk pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
4. Manajemen Keuangan
Sebagaimana dalam substansi manajemen pendidikan lainnya, manajemen keuangan juga harus dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, pengarahan, pengawasan, dan juga pengendalian.
Dalam mengelola institusi pendidikan, masalah keuangan juga harus dikelola dengan sebaik-baiknya karena ia akan ikut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam manajemen keuangan antara lain adalah memperoleh dan menetapkan sumber pendanaan, pelaporan, pemanfaatan dana, pemeriksaan, dan pertanggungjawaban.
Manajemen keuangan juga menyangkut ketatausahaan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban, sehingga secara keseluruhan manajemen keuangan merupakan rangkaian aktivitas berupa pengaturan atau pengelolaan keuangan sekolah.
Manajemen keuangan lembaga pendidikan harus dikelola dengan efektif dan efisien. Sebab, dalam penerapannya, manajemen keuangan akan selalu berkaitan dengan disiplin keilmuan lainnya, seperti manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, metode kuantitatif, dan akuntansi.
Dengan demikian, manajemen keuangan dalam institusi pendidikan tidak hanya menyangkut pencatatan sumber keuangan sekolah dan pemanfaatannya. Tetapi, di dalamnya juga menyangkut bagaimana keuangan sekolah dapat digunakan secara lebih produktif demi mencapai tujuan pendidikan.
Dalam mengelola keuangan lembaga pendidikan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan antara lain:
- Prinsip keadilan, yang berarti besarnya pendanaan pendidikan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
- Transparansi, yang berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan sekolah baik dari sumber dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya.
- Akuntabilitas, yang berarti penggunaan keuangan sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
- Efektivitas, yang berarti pembiayaan terhadap aktivitas sekolah dalam rangka mencapai tujuan beserta hasil kualitatifnya sesuai dengan rencana sekolah.
- Efisiensi, yaitu lebih mengarah kepada adanya perbandingan yang seimbang antara masukan dan keluaran atau antara daya dan hasil.
Hal yang tidak kalah penting diperhatikan adalah bahwa pengelola pendidikan harus memahami dengan benar antara manajemen keuangan dan fungsi keuangan.
Manajemen keuangan berhubungan dengan pengaturan terhadap fungsi keuangan. Sementara, fungsi keuangan merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu.
Khusus untuk manajemen keuangan dalam lembaga pendidikan Islam, prinsip dan nilai-nilai Islami yang berlandaskan pada pesan moral al-Qur’an dan hadits harus diperhatikan. Prinsip kejujuran dalam pengaturan keuangan serta status kejelasan dan kesucian (kehalalan) dalam mendapatkan sumber pendanaan merupakan aspek yang penting dipertimbangkan.
Aspek inilah yang dapat membedakan manajemen keuangan lembaga pendidikan Islam dengan konsep mana jemen pendidikan pada umumnya .
Aspek transparansi, kehalalan, dan terbebasnya sumber keuangan dari jalan yang haram dan bahkan samar-samar (syubhat) merupakan syarat untuk keberhasilan lembaga pendidikan Islam dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas secara intelektual maupun spiritual.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang berbeda. Sarana pendidikan berkaitan dengan semua fasilitas atau peralatan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, baik sarana itu bergerak atau tidak bergerak, dan bertujuan agar proses pendidikan berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien.
Gedung, ruang kelas, meja kursi, laboratorium, dan media pembelajaran merupakan sarana pendidikan. Sementara, prasarana berkaitan dengan fasilitas yang secara tidak langsung turut menunjang proses jalannya pendidikan, seperti halnya halaman, taman sekolah, tata tertib, akses menuju sekolah, dan sebagainya.
Dua hal ini, sarana dan prasarana, harus dikelola dengan efektif agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Secara umum, manajemen sarana dan prasarana berfungsi mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat memberikan kontribusi optimal terhadap proses pendidikan.
Menurut Mujamil Qomar, sarana dan prasarana dalam lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam, harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan beberapa prinsip kebutuhan antara lain:
- Lengkap dan siap dipakai setiap saat serta awet.
- Rapi, indah, dan bersih sehingga menumbuhkan perasaan senang dan semangat bagi siapa pun yang memasuki kompleks pendidikan.
- Kreatif dan inovatif sehingga dapat merangsang imajinasi kreatif peserta didik.
- Menghindari kecenderungan bongkar-pasang sarana dengan cara membuat perencanaan pengadaan sarana prasarana yang memiliki jangkauan panjang.
- Memiliki tempat kegiatan yang bersifat sosio-religius seperti halnya masjid atau mushala.
6. Manajemen Perkantoran
Secara umum, manajemen perkantoran diartikan sebagai proses kerja sama di dalam kantor yang dilakukan untuk mencapai tujuan kantor.
Proses ini juga harus sudah ditetapkan sebelumnya berdasarkan fungsifungsi manajemen pada umumnya, yaitu melalui proses perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Biasanya, manajemen perkantoran dipahami sebagai pengelolaan kerja administrasi ketatausahaan. Tetapi, ketatausahaan itu sendiri hanyalah bagian kecil dari administrasi yang proses kerjanya memang banyak dilakukan di dalam kantor.
Pemahaman ini seringkali menimbulkan kesalahpahaman karena tidak sedikit orang yang memahami bahwa pekerjaan administrasi adalah pekerjaan ketatausahaan.
Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama yang melibatkan banyak pihak dalam rangka mencapai tujuan secara efektif.
Dengan demikian, manajemen perkantoran dalam lembaga pendidikan merupakan kerja administrasi yang tidak hanya dibebankan pada seseorang yang menjabat sebagai ketatausahaan, melainkan melibatkan semua pihak yang bekerja di dalam lembaga pendidikan itu sendiri.
7. Manajemen Hubungan Masyarakat
Salah satu tujuan dari manajemen hubungan masyarakat atau humas antara lain adalah untuk mengetahui, menilai, dan menyimpulkan sikap masyarakat terkait dukungan mereka terhadap lembaga pendidikan.
Dengan demikian, fungsi humas bukan sekadar memberikan informasi kepada masyarakat tentang fakta-fakta di dalam lembaga pendidikan, tetapi juga sekaligus mampu menjelaskan banyak hal mengenai seluruh proses dan kendala pendidikan.
Pengelolaan terhadap humas juga harus dilakukan secara efektif melalui tahap perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Melalui pengaturan yang efektif, maka humas dapat memberikan informasi tentang proses pendidikan sekaligus memperoleh informasi tentang pikiran, kritik, dan solusi apa saja yang berkembang di masyarakat mengenai lembaga pendidikan.
Menurut Kristiawan, dalam manajemen humas, ada beberapa asas yang harus diperhatikan:
- Objektif dan resmi. Artinya, setiap informasi yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan kebijakan yang dilaksanakan serta merupakan informasi resmi dari instansi pendidikan bersangkutan.
- Memiliki kerja organisasi yang tertib, disiplin, dan efektif sehingga hubungan dengan masyarakat juga berjalan dengan efektif.
- Setiap informasi yang dikeluarkan lembaga pendidikan diupayakan dapat mendorong keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi sekaligus memberikan dukungan kepada masyarakat.
- Informasi dari humas harus bersifat konsisten sehingga masyarakat selalu memperoleh informasi baru atau sesuai dengan kebutuhan mereka.
- Respons masyarakat harus diperhatikan dengan sepenuhnya.
8. Manajemen Unit Penunjang
Untuk mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga pendidikan tidak hanya memerlukan perangkat pembelajaran seperti halnya buku dan media pembelajaran lainnya.
Tetapi di samping itu, juga memerlukan unit-unit penunjang lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Sebagaimana dalam manajemen lainnya, manajemen unit penunjang juga harus dikelola melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai unit penunjang pendidikan antara lain bimbingan dan konseling, perpustakaan, UKS, olahraga, Pramuka, dan sebagainya.
Unit penunjang biasanya juga disebut unit layanan khusus. Unit ini merupakan upaya yang tidak secara langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar di dalam kelas, tetapi pihak sekolah memberikannya kepada peserta didik dengan tujuan agar mereka semakin optimal menjalankan proses belajarnya.
Kristiawan mengidentifikasi beberapa bentuk unit penunjang atau layanan khusus yang perlu diberikan kepada peserta didik, antara lain perpustakaan, UKS, kafetaria, keamanan sekolah atau sekuriti, serta tempat ibadah.
Sekalipun unit-unit tersebut tidak berkaitan langsung dengan proses belajar di dalam kelas, tetapi pengadaannya harus dikelola dengan efektif dan efisien berdasarkan prinsip manajemen, yaitu melalui proses perencanaan yang matang, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
9. Manajemen Ekstrakurikuler
Tercapainya tujuan pendidikan tidak sepenuhnya ditentukan oleh proses belajar mengajar di dalam kelas. Tetapi, berbagai kegiatan bersifat mendidik yang diselenggarakan di luar kelas juga dapat menjadi penunjang bagi keberhasilan pendidikan itu sendiri. Salah satunya adalah kegiatan ekstrakurikuler.
Sekalipun kegiatan ekstrakurikuler tidak berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di dalam kelas, tapi kegiatan tersebut dapat memberikan peluang kepada peserta didik untuk memperkaya identitas dan sekaligus meningkatkan kapasitas belajar mereka.
Manajemen ekstrakurikuler perlu dikelola melalui proses perencanaan yang matang, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan yang tepat sehingga dapat memberikan hasil yang optimal bagi peserta didik.
Dalam lembaga pendidikan Islam, kegiatan ekstrakurikuler yang perlu mendapat perhatian adalah kegiatan ekstra dalam bidang keagamaan atau keislaman.
Namun demikian, dalam membuat rencana pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
- Kegiatan ekstrakurikuler harus individual dalam arti disesuaikan dengan potensi, bakat, dan minat masingmasing peserta didik.
- Kegiatan ekstrakurikuler bersifat pilihan atau sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela oleh peserta didik.
- Kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
- Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang disukai dan menggembirakan.
- Dapat membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
- Memiliki kemanfaatan sosial.
- Kegiatan ekstrakurikuler dapat mengembangkan kemampuan dan tanggung jawab sosial peserta didik.
- Kegiatan ekstrakurikuler d apat membantu mengembangkan potensi peserta didik untuk kesiapan karier masa depan mereka.
Ruang lingkup manajemen pendidikan tersebut di atas merupakan komponen-komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan pendidikan, maka manajemen dalam ruang lingkup manajemen tersebut harus sama-sama dikelola dengan tepat dan seimbang sehingga dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien.
Kesaling terkaitan antara ruang lingkup manajemen pendidikan tersebut dapat dilihat sebagaimana bagan berikut:
![]() |
Bagan ruang lingkup manajemen pendidikan |
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen memegang peranan penting dalam lembaga pendidikan. Secara praktik, manajemen sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman purbakala, dan baru menjadi disiplin keilmuan pada awal abad ke-20.
Manajemen memiliki arti yang sangat beragamkarena dipengaruhi oleh sudut pandang, keyakinan, dan pemahaman subjektif orang-orang yang mengartikannya.
Tetapi, secara umum, manajemen diartikan sebagai proses pengelolaan suatu pekerjaan dengan tujuan memperoleh hasil serta demi mencapai tujuan-tujuan dengan cara melibatkan orang lain.
Manajemen, oleh para teoretikus, dibagi ke dalam empat kategori. Yaitu, manajemen sebagai ilmu, manajemen sebagai seni, manajemen sebagai kiat, dan manajemen sebagai profesi. Tetapi, prinsip utama manajemen adalah adanya proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Sebagaimana arti manajemen, kata ‘pendidikan’ juga memiliki beragam arti. Tetapi, secara umum, pendidikan diartikan sebuah proses pembelajaran yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung antar seseorang maupun golongan.
Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengelolaan institusi pendidikan yang di dalamnya ada proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan tujuan memperoleh hasil serta demi mencapai tujuan-tujuan pendidikan secara optimal melalui kerja sama.
Sementara, kata ‘Islam’ mengandung arti selamat, patuh, dan damai. Islam menurut istilah diartikan sebagai agama yang dibangun atas lima pilar, yaitu dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, serta melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.
Dengan demikian, manajemen pendidikan Islam dapat diartikan sebagai upaya menggali dan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki umat Islam melalui kerja sama secara efektif agar potensi yang dimiliki dapat ditumbuhkembangkan demi tercapainya insan yang terdidik, berakhlak mulia, berguna, dan selamat.
Manajemen pendidikan Islam, sebagaimana manajemen pada umumnya, memiliki empat macam fungsi, yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan.
Sementara, ruang lingkup manajemen pendidikan Islam meliputi manajemen kurikulum, manajemen peserta didik, manajemen kepegawaian, manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen perkantoran, manajemen humas, manajemen unit penunjang, dan manajemen ekstrakurikuler.
Meskipun secara konseptual fungsi manajemen dan ruang lingkup manajemen pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan manajemen organisasi pada umumnya, tetapi manajemen pendidikan Islam harus dibangun di atas nilai-nilai keislaman yang merujuk pada al-Qur’an dan hadits.
Sehingga, tujuan dan hasil pendidikan tidak semata-mata mencetak generasi yang berkualitas secara intelektual, tetapi juga pribadi yang cerdas secara spiritual, beriman, dan bertakwa.
Posting Komentar untuk "Manajemen Pendidikan Islam: Pengertian, Definisi, Fungsi dan Ruang Lingkupnya"