Pancasila Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Pancasila Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia - Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia (RI). Sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia.
Sejak zaman dahulu, sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara, nilainilai itu telah ada dan melekat dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup masyarakat.
Nilai-nilai itu diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk djadikan sebagai dasar ilsafat negara Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia “9”, sidang BPUPKI kedua, dan akhirnya disahkan secara yuridis sebagai dasar ilsafat negara Republik Indonesia.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan. Dalam kenyataannya, secara objektif nilai Pancasila telah dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman sebelum mendirikan negara.
Terbentuknya negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaankerajaan pada abad IV dan abad V. Dasar negara kebangsaan Indonesia ini mulai tampak pada abad VII, yaitu ketika Kerajaan Sriwjaya di bawah wangsa Syailendra di Palembang.
Diteruskan pula pada masa Kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda tahun 1928.
Akhirnya, titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mendirikan negara tercapai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pancasila Dalam Sejarah Perjuagan Bangsa
A. Zaman Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut, dapat diketahui bahwa Raja Mulawarman merupakan keturunan dari Raja Aswawarman dan Raja Arwawarman merupakan keturunan dari Kudungga.
Raja Mulawarman, menurut prasasti tersebut, mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan mereka membangun yupa sebagai tanda terima kasih kepada raja yang dermawan.
Masyarakat Kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
B. Zaman Sriwjaya
Menurut Mr. Muhammad Yamin, bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap.
Pertama, zaman Sriwjaya di bawah wangsa Syailendra (600–1400), yang bercirikan kedatuan.
Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan. Kedua tahap ini merupakan negara kebangsaan Indonesia lama.
Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia merdeka (sekarang negara Proklamasi 17 Agustus 1945).
C. Zaman Kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum Majapahit muncul sebagai kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti.
Misalnya, Kerajaan Kalingga pada abad VII, Sanjaya pada abad VIII yang ikut membantu membangun Candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah Wihara untuk pendeta Buddha yang didirikan di Jawa Tengah bersama dinasti Syailendra (abad VII dan IX).
Releksi puncak budaya dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Buddha pada abad IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad X).
D. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih gajah Mada yang dibantu oleh laksamana Nala dalam memimpin armadanya menguasai Nusantara.
Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu, agama Hindu dan Buddha, hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai slogan persatuan nasional “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangnia”, artinya walaupun berbeda, namun satu tujuan adanya; sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda.
Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Buddha. Bahkan salah satu bawahan kekuasaannya, Samudra Pasai justru telah memeluk agama Islam. Toleransi positif dalam bidang agama djunjung tinggi sejak masa bahari yang telah silam.
E. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka agama Islam berkembang dengan pesat. Bersamaan dengan itu, berkembang pula kerajaankerajaan Islam, seperti Kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang eropa di Nusantara.
Mereka itu antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah. Bangsa eropa yang pertama datang ke Indonesia untuk berdagang adalah orang-orang Portugis.
Namun lama-kelamaan bangsa Portugis mulai menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktik penjajahan, misalnya Malaka sejak tahun 1511 telah dikuasai oleh Portugis.
Pada akhir abad XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan. Untuk menghindarkan persaingan di antara mereka sendiri (Belanda), kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yang di kalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘kompeni’.
Praktik-praktik VOC mulai kelihatan penuh paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai melakukan perlawanan. Kerajaan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613–1645) berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan 1929.
Walaupun tidak berhasil meruntuhkan, gubernur Jenderal J.P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.
F. Kebangkitan Nasional
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadi pergolakan kebangkitan Dunia Timur, dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Beberapa di antaranya yaitu Republik Filipina (1898), yang dipelopori Joze Rizal; kemenangan Jepang atas Rusia (1905); gerakan Sun Yat Sen dengan Republik Cina (1911); dan Partai Kongres di India dengan tokoh Tilak dan gandhi.
Begitu pun di Indonesia, bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu Kebangkitan Nasional (1908) dipelopori dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. gerakan ini merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri.
G. Sidang BPUPKI Pertama
Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari. Berturut-turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya dalam sidang tersebut, yaitu
- tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin;
- tanggal 31 Mei 1945, Prof. Soepomo; dan
- tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno.
1. Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut:
- Peri Kebangsaan,
- Peri Kemanusiaan,
- Peri Ketuhanan,
- Peri Kerakyatan (a. Permusyawaratan, b. Perwakilan, c. Kebjaksanaan), dan
- Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
Selain usulan tersebut, pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran, yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan Pembukaan yang berbunyi:
“Untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan, persatuan Indonesia, dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Berbeda dengan usulan Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut.
- Teori negara perseorangan (Individualis), sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J. Laski (abad ke-20). Menurut paham ini, negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh individu (social contract). Paham negara ini banyak terdapat di eropa dan Amerika.
- Paham negara kelas (Class theory) atau teori golongan. Teori ini sebagaimana diajarkan oleh Marx, engels, dan Lenin. Negara adalah alat dari suatu golongan (suatu kelas) untuk menindas kelas lain. Negara kapitalis adalah alat untuk kaum borjuis, karena itu kaum marxis menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum buruh dapat ganti menindas kaum borjuis.
- Paham negara integralistik, yang diajarkan Spinoza, Adam Muller, dan Hegel (abad ke-18 dan 19). Menurut paham ini, negara bukanlah untuk menjamin perseorangan atau golongan, melainkan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau anggotanya saling berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan kesatuan organis. Menurut paham ini yang terpenting dalam negara adalah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada golongan yang paling kuat atau yang paling besar, tidak memandang kepentingan seseorang sebagai pusat, tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu persatuan.
3. Ir. Soekarno (1 juni 1945)
Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah pidato dari Ir. Soekarno, yang disampaikan secara lisan tanpa teks. Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip, yaitu: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2) Internasionalisme (peri kemanusiaan), 3) Mufakat (demokrasi), 4) Kesejahteraan sosial, 5) Ketuhanan Yang Maha esa.
Lima prinsip dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno dinamai “Pancasila” atas saran teman beliau seorang ahli bahasa. Berikutnya, menurut Soekarno kelima sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila” yang meliputi:
- Sosio nasionalisme yang merupakan sintesis dari Kebangsaan (nasionalisme) dengan Peri kemanusiaan (internasionalisme),
- Sosio demokrasi yang merupakan sintesis dari Mufakat (demokrasi), dengan Kesejahteraan sosial, serta
- Ketuhanan.
Berikutnya beliau juga mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat diperas menjadi “Eka Sila” yang intinya adalah “gotong royong”.
Beliau mengusulkan bahwa Pancasila merupakan dasar ilsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia atau theosophische grondslag, juga pandangan dunia yang setingkat dengan aliranaliran besar dunia atau sebagai weltanschauung dan atas dasar itulah didirikan negara Indonesia.
Sangat menarik untuk dikaji bahwa usulan beliau ini selain disampaikan secara lisan juga dalam uraiannya membandingkan dasar ilsafat negara ‘Pancasila’ dengan ideologi-ideologi basis dunia, seperti liberalisme, komunisme, chauvinisme, dan kosmopolitisme serta ideologi besar dunia lainnya.
H. Sidang BPUPKI Kedua (10–16 Juli 1945)
Sebelum sidang BPUPKI kedua dimulai, terjadi penambahan enam anggota baru Badan Penyelidik, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Soerjo Hamidjojo, Muhammad Noor, Besari, dan Abdul Kafar.
Selain itu, Ir. Soekarno yang merupakan Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil pertemuan yang dilakukan sejak 1 Juni yang telah lalu. Dalam laporan itu, pada 22 Juni 1945, Ir. Soekarno mengadakan pertemuan antara Panitia Kecil dan anggota Badan Penyelidik.
Anggota yang hadir di dalam pertemuan itu berjumlah 38, yaitu anggota yang bertempat tinggal di Jakarta dan anggota penyelidik yang merangkap menjadi anggota Tituoo Sangi In dari luar Jakarta.
Pertemuan ini diadakan di gedung Kantor Besar Jawa Hooko Kai (kantor tempat Bung Karno sebagai Honbucoo/Sekretaris Jenderal Hooko Kai). Mereka membentuk panitia kecil terdiri atas sembilan orang atau “Panitia Sembilan” yang beranggotakan Ir. Soekarno, Wachid Hasyim, Mr. Muh. Yamin, Mr. A.A. Maramis, Drs. Muh. Hata, Mr. Achmad Soebardjo, Kiai Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan H. Agus Salim.
I. Proklamasi Kemerdekaan & S PIdang PM
Kemenangan sekutu dalam Perang Dunia membawa hikmah bagi bangsavIndonesia. Menurut pengumuman Nanpoo Gun (pemerintah tentara Jepang untuk seluruh daerah selatan) tanggal 7 Agustus 1945 (Kan Poo No. 72/2605 k.11), pada pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritsu Junbi Inkai.
Untuk mempersiapkan proklamasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hata pergi ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No. 1). Di sana telah berkumpul di antaranya B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, dkk., untuk menegaskan agar pemerintah Jepang tidak campur tangan tentang proklamasi.
Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hata mengadakan pertemuan pada larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah proklamasi.
Pada pertemuan tersebut, akhirnya konsep Ir. Soekarno yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jumat, pukul 10.00 WIB, Bung Karno dengan didampingi Bung Hata membacakan naskah proklamasi yang berbunyi sebagai berikut.
PROKLAMASI
J. Sidang PPKI
1. Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
- a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi:
- 1) Setelah melakukan beberapa perubahan pada “Piagam Jakarta” yang
- kemudian berfungsi sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
- 2) Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai UUD 1945.
- b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama.
- c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.
Posting Komentar untuk "Pancasila Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia"