Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali

Konsep Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali

Konsep Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali
 - Dalam Undang-Undang Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Adapun istilah berasal dari bahasa Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.

Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu di pikirkan lagi. Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi.

Di dalam ajaran Islam, moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. 

Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.

Hakikat pendidikan akhlak adalah menumbuhkembangkan sikap manusia agar menjadi lebih sempurna secara moral sehingga hidupnya selalu terbuka bagi kebaikan dan tertutup dari segala macam keburukan dan menjadikan manusia yang berakhlak. Hal ini dikarenakan manusia dibekali akal pikiran untuk bisa membedakan antara yang hak dan yang batil.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat dipahami, bahwasannya pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah sebagai Sang Khaliq, serta kepada dirinya, sesama, dan lingkungan.

Adapun karakteristik sosok pribadi yang berakhlak mulia dapat aktualisasikan dalam sikap dan prilaku sebagai berikut:

  1. berpenampilan bersih dan sehat, 
  2. bertutur kata yang sopan, 
  3. bersikap respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa melihat perbedaan kedudukan, harta kekayaan atau suku, 
  4. memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahtraan dan kemajuan masyarakat atau bangsa, baik melalui ilmu pengetahuan, kekayaan (zakat, infaq atau shodaqoh), atau jabatan (otoritas), 
  5. menjalin ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah atau insaniyah, 
  6. bersikap amanah, bertanggung jawab atau tidak khianat pada saat diberi kepercayaan, 
  7. bersikap jujur dan  tidak suka berbohong (berdusta), 
  8. memelihara ketertiban, keamanan, keindahan dan kebersihan lingkungan.

Adapun nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan karakter menurut Kemdiknas, yaitu:

  • Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutinya, toleran terhadap ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
  • Jujur, yaitu perilaku yang didasari upaya menjadikan diri sendiri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
  • Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan diri sendiri.
  • Disiplin, tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai aturan dan ketentuan.
  • Kerja keras, tindakan yang didasari dengan niat keberhasilan yang tinggi, profesional dan pantang menyerah.
  • Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah ada.
  • Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain.
  • Demokrasi, cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
  • Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
  • Semangat kebangsaan, cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompok dan melakukan apapun demi kebaikan bangsa dan negara.
  • Cinta tanah air, cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompok.
  • Menghargai prestasi, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk selalu berbuat baik kepada siapa pun dan menjalin komunikasi yang baik.
  • Cinta damai, cara berpikir,sikap, dan tindakan yang mendorong untuk selalu mengedepankan kedamaian.
  • Gemar membaca, kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam bacaan yang memberikan efek positif.
  • Peduli lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan dan mengembangfkan upaya-upaya untuk memperbaikinya.
  • Peduli sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada siapapun yang membutuhkannya.
  • Tanggungjawab, yaitu sikap dan tindakan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali

Menurut Imam Al-Ghazali, pendidikan karakter merupakan inti dari ajaran agama. Nabi Muhammad saw diutus adalalah untuk memperbaiki karakter manusia, sebagaima sabdanya:
“Hanya saja aku ini diutus untuk menyempurnakan budi pekerti”

(HR.Ahmad, Hakim dan Baihaqi; Muhammad Jalaluddin Al-Asqalani Addimasqy, Mau’izhatul Mukminin Min Ihya’ ‘Ulumuddin, (Al-Maktabah At-Tijjariyah Al-Kubra, tt.) hlm. 502).
 
Hakikat dari karakter adalah suatu haiat atau bentuk dari suatu jiwa yang benar-benar telah meresap dan dari situlah timbulnya berbagai perbuatan secara sepontan dan mudah, tanpa dibuat-buat dan tanpa membutuhkan pemikiran atau angan-angan. 

Apabila dari haiat tadi timbul kelakukan-kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka haiat yang demikian itulah yang dinamakan budi pekerti yag baik. Sebaliknya apabila yang timbul dari padanya itu kelakuan-kelakuan yang buruk, maka haiat yang demikian itulah yang dinamakan budi pekerti yang buruk pula.

Karena itu, menurut imam Al-Ghazali, jika ada seseorang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk suatu hajat yang secara tibatiba maka bukanlah yang demikian itu disebut orang dermawan, selama keadaan semacam itu belum meresap dan menetap benar-benar dalam jiwanya.

Selain itu imam Al-Ghazali mensyaratkan, bahwa timbulnya perbuatan-perbuatan tadi haruslah dengan cara sebagai kebiasaan dan mudah, tanpa diangan-angan atau memerlukan pemikiran. 

Sebab kalau ada seseorang yang dengan memaksa dirinya untuk menginfaqkan hartanya, atau memaksa hatinya untuk berdiam di waktu timbulnya sesuatu yang menyebabkan kemarahan, sedang hal itu diusahakan dengan sungguh-sungguh dan penekanan atau diikir-pikir terlebih dahulu, maka orang tersebut tidak bisa dinamakan seorang dermawan atau penyantun dan sabar.

Namun demikian, budi pekerti yang baik dan akhlak yang luhur itu memang dapat dicapai dengan jalan melatih diri yang mula-mula sekali dengan memaksa jiwa untuk berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan budi dan akhlak yang baik tadi, sehingga akhirnya akan merupakan watak dan tabi‟at sehari-hari. 

Sebab pada dasarnya karakter yang baik dapat terbentuk karena memang tabiat (pembawaan sejak lahir), atau melalui penyadaran (pemahaman) dan latihan (pembiasaan).

Dalam kitabnya yang termasyhur, Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan panjang lebar beberapa karakter yang baik, seperti: taubat, sabar, syukur, khauf, raja‟, zuhud, ikhlas, muhasabah, muraqabah, tafakkur dan mengingat kematian. 

Disamping itu juga ia memaparkan beberapa sifat yang buruk agar dijauhi, seperti: bahaya lisan (sumpah palsu, tidak menepati janji, dusta, berkata kotor, mengadu domba, memuji, mencela, dll), celanya marah, dendam dan dengki, celanya dunia, celanya kikir, celanya ria‟, celanya takabbur dan membanggakan diri serta celanya ghurur atau tertipu. 

Itulah kajian kita pada kesempatan kali ini mengenai Konsep Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali, semoga artikel yang singkat ini bisa membawakan manfaat terutama untuk saya pribadi dan anda semua yang membaca tulisan ini. 

Jika ada yang mau ditanyakan, silahkan jangan sungkan sungkan untuk bertanya di kolom komentar.

Sumber / Referensi dari tulisan ini: Ayyuha al Walad Fi Nashihati al Muta’allimin Wa Mau’izhatihim Liya’lamuu Wa Yumayyizuu ‘Ilman Nafi’an.

Posting Komentar untuk "Konsep Pendidikan Karakter Menurut Imam Al Ghazali"