Konsep Hati Yang Sehat Dan Hati Yang Sakit Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Hati adalah pusat penggerak seluruh alat fungsi tubuh dan pembantu kinerjanya. Sebagai pusat, hati berada di tengah-tengah, dilindungi dan di kelilingi tubuh.
Hati merupakan organ tubuh yang paling mulia, unsur utama kehidupan, sumber ruh hewani, dan naluri alami.
Hati adalah pusat akal, ilmu pengetahuan, kelembutan, dan keberanian, kemulian, kesabaran, ketabahan, cinta, keinginan, kerelaan, kemarahan, dan seluruh sifat-sifat kesempurnaan. Seluruh anggota baik luar maupun dalam beserta fungsinya merupakan pelayan-pelayan hati.
Mata merupakan alat pengawas dan pengintai bagi hati yang dapat menyingkap semua hal yang tampak, ketika mata melihat sesuatu, maka ia akan menyampaikannya pada hati. Karena kuatnya hubungan antara mata dan hati, ketika ada sesuatu yang tampak pada mata, maka mata berfungsi sebagai cermin yang menterjemahkan bagi orang yang melihat benda tersebut.
Sebagaimana lidah yang menerjemahkan lalu sampai pada pendengaran. Oleh karenanya Allah Swt sering merangkai tiga hal ini dalam kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya,
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya.” (Al-Isra': 36)
Begitu juga Allah merangkai antara hati dan penglihatan dalam firman-Nya,
“Dan Kami bolak-balikkan hati mereka dan penglihatan mereka.” (Al-Anam: 110)
Sebagaimana lidah sebagai pemandu hati, begitu juga telinga adalah sebagai utusan yang menyampaikan pada hati.
Secara umum, seluruh anggota badan adalah sebagai pembantu dan pelayan hati. Nabi & bersabda, “Dan ketauhilah, sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketauhilah itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Abu Hurairah berkata, “Hati adalah raja, anggota tubuh adalah tentaranya. Jika rajanya baik, maka tentaranya akan baik. Dan jika rajanya buruk, maka tentaranya akan buruk.” (Miftaf Dar Al-Sa'adah 2/16)
Konsep Hati Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Dilihat dari sifat hidup dan matinya hati, maka hati terbagi menjadi tiga keadaan:
1. Hati yang Sehat Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Hati yang sehat adalah hati yang bersih, yakni hati yang harus dimiliki seseorang agar selamat ketika menghadap Allah Swt.
Disebutkan dalam firman-Nya,
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy Syu'araa: 88-89)
Adapun yang dimaksud as-salim adalah sehat, demikian itu karena dituturkan sebagai sifat seperti ath-thawil (panjang), al-gashir (pendek), dan az-zharif (baik).
As-Salim adalah hati yang memiliki sifat selamat, seperti Al-Alim (Maha Mengetahui), Al-Qadir (Mahakuasa), dan merupakan kebalikan dari al-maridh (yang sakit), as-sagim (yang celaka), dan al-alil (yang berpenyakit).
Ulama berbeda-beda dalam mengungkapkan makna al-galb assalim, namun titik temu dari semuanya adalah:
Al-Qalb as-salim merupakan hati yang bersih dari syahwat yang menentang perintah dan larangan Allah dan dari syubhat yang bertentangan dengan firman-Nya.
Sehingga akan selamat (terbebas) dari menyembah kepada selainNya, selamat dari patuh selain utusan-Nya, selamat dari cinta selain Allah, dari takut, harapan, dan pasrah kepada selain-Nya. Selalu kembali kepada-Nya, menghinakan diri pada-Nya, memilih ridha-Nya di segala hal, dan menjauh diri dari murka-Nya di setiap jalan.
Inilah hakikat penghambaan yang hanya patut kepada Allah Swt semata.
Al-Qalb as-salim adalah hati yang bersih dari menyekutukan Allah dari segala sisi. Sebaliknya, penghambaannya murni hanya untuk Allah atas kehendak, cinta, pasrah, kembali, tunduk, takut, dan harapan.
Hati ini murni amalnya karena Allah, mencintai hanya karena Allah dan membenci hanya karena Allah. Memberi hanya karena Allah dan melarang hanya karena Allah.
Ini pun belum cukup sampai di sini, hati harus selamat dari tunduk dan patuh pada selain utusan Allah.
Hati hanya mengikat dengan ikatan kuat kepada utusan Allah, tidak kepada yang lain, sehingga patuh dan mengikuti utusan Allah semata dalam setiap ucapan dan tindakan, yang meliputi:
- » Ucapan-ucapan hati, yaitu: akidah.
- » Ucapan-ucapan lisan, yaitu: kabar dari dalam hati.
- » Tindakan-tindakan hati, yaitu: kehendak, cinta, benci dan hal-hal yang mengiringinya.
- » Tindakan-tindakan anggota tubuh.
Sehingga yang menjadi hakim/penentu dalam semua aktivitas tersebut, dari yang kecil sampai yang besar adalah sesuatu yang dibawa oleh Rasul &. Ia tidak akan tergesa-gesa melakukan suatu tindakan baik berupa akidah, ucapan ataupun amal sebagaimana firman Allah Swt, Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1)
Maksudnya, janganlah kalian berkata (berpendapat) sebelum Allah berkata dan janganlah kalian bertindak sebelum Allah memerintahkan.
Sebagian ulama salaf berkata, “Tidak ada satu tindakan walaupun kecil, kecuali akan dibentangkan dua pertanyaan sebagai catatan baginya, “Kenapa?” dan “Bagaimana?” Yang berarti, kenapa kamu lakukan? dan bagaimana cara kamu melakukan?”
Pertama: Merupakan pertanyaan tentang alasan, motivasi, dan pendorong tindakan tersebut. Apakah itu merupakan kepentingan duniawi sang pelaku? Tujuan-tujuan duniawi seperti ingin mendapat pujian dari manusia atau takut dari mereka? Ataukah untuk menarik perhatian, menolak hal yang dibenci? Atau motivasinya adalah memenuhi hak penghambaan, mendekatkan diri kepada Allah, dan mencari perantara untuk sampai kepada-Nya?
Adapun yang menjadi ruang pertanyaan adalah, apakah yang kamu lakukan itu karena Tuhanmu' ataukah karena kepentingan dan kesenangan pribadimu?
Kedua: merupakan pertanyaan tentang mengikuti Rasul dalam ibadah tersebut. Maksudnya, apakah amalan tersebut termasuk hal yang telah Aku syariatkan melalui lisan Rasul-Ku ataukah amalan tersebut tidak disyariatkan dan tidak diridhai?
Pertanyaan pertama tentang ikhlas dan yang kedua tentang mengikuti Rasul. Karena Allah Swt tidak akan menerima amalan kecuali dengan keduanya.
Cara mengantisipasi pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Dan cara terbebas dari pertanyaan yang kedua adalah dengan mewujudkan kepatuhan dan membebaskan hati dari kehendak yang berpaling dari keikhlasan serta hawa nafsu yang berpaling dari kepatuhan.
Inilah hakikat hati yang menjamin kesuksesan dan kebahagiaan.
2. Hati Yang Mati Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Hati yang kedua ini merupakan kebalikan hati yang pertama (sehat) yaitu hati yang mati' dan tidak ada kehidupan di dalamnya.
Ia tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah sesuai perintah Tuhannya, dan Tuhan pun tidak mencintai dan tidak meridhainya.
Bahkan ia tetap bertindak menurut syahwat dan kesenangannya saja, meskipun itu dimurkai dan dibenci Tuhannya. Ia tidak perduli apakah Tuhannya ridha atau murka ketika menjalankan syahwat dan keinginanya.
Ia menyembah kepada selain Allah, dari sisi cinta, takut, ridha, benci, kemuliaan dan kehinaan. Ketika mencintai, maka ia mencintai karena hawa nafsunya.
Ketika membenci, ia membenci karena nafsunya. Ketika memberi, ia memberi karena nafsunya dan ketika melarang, ia melarang karena nafsunya.
Ia lebih mendahulukan cinta hawa nafsunya daripada ridha Tuhannya. Maka hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat sebagai komandannya, kebodohan sebagai penuntunnya, dan lalai adalah kendaraannya.
Ia disibukkan dengan pikiran-pikiran untuk menghasilkan tujuantujuan dunianya. Ia dipenuhi dengan manisnya hawa nafsu dan cinta sesaat (dunia).
Dari kejauhan, ia dipanggil untuk kembali kepada Allah dan negeri akhirat, namun ia enggan memenuhi panggilan orang yang memberi nasehat, sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan setan.
Benci dan senangnya tergantung pada dunia. Hawa nafsu telah membuatnya tuli dari selain perkara batil. Keberadaannya di dunia seperti gambaran yang dikatakan tentang malam,
“Ia adalah musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para penghuninya.
Barangsiapa yang dekat dengan malam, tentu ia akan mendekat dan mencintainya."
Maka membaur dengan orang yang memiliki hati ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun, dan bersanding dengannya adalah kehancuran.
3. Hati Yang Sakit Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Hati yang ketiga adalah hati yang memiliki kehidupan namun terjangkit penyakit. Ia memiliki dua unsur yang sesekali setiap dari satu unsur akan menarik pada unsur yang lain dan kemudian ia akan mengarah pada satu unsur yang dominan.
Di dalamnya masih ada unsur kehidupan yakni cinta kepada Allah, iman, ikhlas, dan tawakal. Di dalamnya juga ada unsur kehancuran dan kerusakan, yaitu mencintai syahwat (kesenangan hati) dengan lebih mendahulukannya, ketamakan untuk mencapainya, dengki, sombong, membanggakan diri, dan cinta kemuliaan di dunia dengan memiliki jabatan. Ia diuji dengan dua ajakan, yaitu:
Pertama: Ajakan yang mengajaknya kembali kepada Allah, RasulNya, dan akhirat. Kedua: Ajakan yang mengajaknya menuju dunia yang sesaat. Kemudian ia akan memenuhi ajakan dari pintu yang paling dekat dan paling rendah di sampingnya.
Hati yang pertama adalah hati yang hidup, tunduk, lembut, dan insaf, hati yang kedua adalah hati yang kering dan mati, dan hati yang ketiga adalah hati yang sakit, terkadang lebih dekat dengan keselamatan atau lebih dekat dengan kehancuran.
Ayat Al-Qur'an yang Menghimpun Tiga Hati
Allah Swt menghimpun tiga hati di atas dalam firman-Nya,
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Quran itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Hajj: 52-54)
Dalam ayat tersebut, Allah membagi hati menjadi tiga: dua hati yang terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah itu adalah hati yang terjangkit penyakit dan hati yang keras. dan hati yang selamat adalah hati orang mukmin yang tunduk pada tuhannya. dia tenteram bersama-nya, tunduk pada-nya, patuh dan pasrah.
hal itu dikarenakan hati dan anggota badan lainnya diharapkan agar sehat selamat dan tidak berbahaya, sehingga mudah berfungsi sebagaimana ia difungsikan dan diciptakan hati akan keluar dari keistiqamahannya, apabila:
hati menjadi kering dan keras, karena tidak memberikan apa yang dibutuhkan hati, sebagaimana tangan yang lumpuh dan lisan yang bisu, hidung yang cacat, alat vital (zakar) yang lemah, dan mata yang tidak bisa melihat sesuatu terdapat penyakit dan gangguan di dalamnya yang dapat mencegahnya untuk berfungsi secara sempurna dan tepat.
Oleh karena itu hati terbagi menjadi tiga:
- Pertama, hati yang sehat dan salim, yaitu hati yang senantiasa bisa menerima, mencintai, dan mendahulukan perkara benar. hati jenis ini sehat daya pemahamannya, sempurna dalam kepatuhan dan penerimaannya.
- Kedua, hati yang keras dan mati, yaitu hati yang tidak menerima kebenaran dan tidak dapat ditundukkan.
- ketiga, hati yang sakit, yaitu hati yang jika penyakitnya parah maka akan masuk kategori hati yang mati dan keras. dan jika sehatnya lebih unggul maka akan masuk kategori hati yang sehat.
Hati Yang Sehat Tidak Bisa Dipengaruhi Oleh Setan
bisikan-bisikan yang telah dihembuskan oleh setan pada telinga dengan kata-kata, begitu juga dengan hati dengan hal-hal yang syubhat dan keragu-raguan, merupakan fitnah bagi dua hati (hati sakit dan hati mati) dan menjadi penguat bagi hati yang hidup dan sehat. Karena hati sehat menolak hal-hal tersebut, membencinya, dan memusuhinya.
Ia tahu bahwa yang benar adalah kebalikannya, sehingga hatinya akan tunduk, tenteram, dan patuh pada yang benar. Ia juga mengetahui perkara-perkara batil yang ditimpakan oleh setan, sehingga akan menambah keimanan dan kecintaan pada yang benar serta mengingkari dan membenci hal-hal yang batil.
Hati yang terkena fitnah akan senantiasa dalam keraguan pada hal-hal yang ditimpakan setan. Sedangkan hati yang sehat dan bersih, selamanya tidak akan terpengaruh akan hal-hal yang dimasukkan setan selamanya.
Sumber: Tulilsan ini di sadur dari kitab Thibbul Qulub karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Posting Komentar untuk "Konsep Hati Yang Sehat Dan Hati Yang Sakit Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah"