Kisah Seorang Sufi Dan Anak Rentenir
Sang Sufi Sufyan al-Tsauri r.a. bercerita, “Saat aku tengah menunaikan haji dan berthawafdi seputar Ka'bah. Aku melihat seorang pemuda berdoa dan bersalawat kepada nabi. Satu-satunya ucapan yang ia lantunkan hanya salawat. Tidak ada doa-doa yang lain. Baik, ketika ia berada di “Arafah, di Muzdalifah, dan di Mina. Ketika ada saat yang tepat. Aku berkata kepadanya, “Sahabatku ada doa-doa istimewa yang perlu dibaca di setiap tempat. Apabila kau tidak mengetahuinya, biar aku yang mengajarkannya."
Pemuda itu menjawab, “Aku mengetahui semua doa-doa tersebut. Sebaiknya kujelaskan apa yang menimpaku. Agar engkau tidak menganggapku orang yang aneh."
“Silakan."
”Para pengikutku berasal dari Khurasan. Ketika rombongan haji meninggalkan kemah. Ayahku dan aku bergabung. Kumi melakukan ibadah bersama. Menembus pegunungan. lembah dan padang pasir. Ketika kami sampai di kota Kufah. Di sana, ayahkujatuh sakit. Tengah malam, ia meninggal. Aku mengafani jasadnya. Aku tidak mau merepotkan siapa pun. Kupercayakan hidupku sepenuhnya kepada Tuhan. Tangisanku pecah dan air mataku tidak terbendung lagi. Aku memendam pedih. Ingin rasanya sekali lagi aku melihat wajah ayahku. Tetapi tidak mungkin. Kala itu, aku seperti orang buangan di tanah pengasingan. Kosong. Hampa. Tetapi, ketika aku membuka kain kafan. Aku melihat wajah ayahku berubah menjadi kepala kuda poni.
Betapa terkejutnya aku. Aku bingung. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Hatiku gemetar. Tdak sanggup memberitahu kepada siapa pun. Aku berpikir dan tertunduk lesu. Tercenung.
Hampir-hampir aku jatuh pingsan. Pada kesempatan itu pintu tenda terbuka dan tampaklah sosok bercadar. la membuka cadarya dan berkata kepadaku, “Mengapa kau bersedih dan kenapa kau begitu menderita?"
Aku menjawab. “Tuan, apa yang sedang menimpaku bukanlah kebahagiaan. Bagaimana bisa aku tidak bersedih kamnanya."
Lalu orang asing yang berselubung cadar mendekati jasad ayahku dan membuka kafan. Ia mengusap-usap raut muka ayahku. Tak lama kemudian. Aku berdiri dan melihat sendiri. Wajah ayahku bembah normal kembali. Memancar bagai sinar purnama. Menyaksikan mukjizat yang luar biasa dahsyat. Aku berterima kasih dan bertanya. “Duhai pemilik keutamaan siapakah engkau?"
Ia menjawab, “Aku adalah Muhammad saw."
Betapa lerkejutnya aku bahwa yang datang Baginda Nabi. Aku bersimpuh di kaki beliau. Aku menangis terisak. “Demi Allah Tuhan langit dan bumi. Sampaikan kepadaku. Aku mohon ya baginda, apa arti semua ini?"
Nabi menjawab dengan lembut:
“Ayahmu seorang lintah darat. pemakan riba. la menarik keuntungan dengan membungakan uang. Kelak, di dunia atau di akhirat. Siapa saja yang menjalankan praktik riba. Kepalanya berubah menjadi keledai. Tetapi Allah SWT hanya mengubah bentuk kepala ayahmu di dunia ini saja. Apa pasal? Sebab. ketika ayahmu hidup, sebelum berangkat tidur setiap malam ia selalu bersalawat memberi salam kepadaku. Ia biasa bersalawat kepadaku 100 kali. Begitu aku tahu, saat itu juga aku memohon kepada Allah agar Allah SWT mengizinkan memberikan syafaatku kepada ayahmu.
Setelah semua yang terjadi, “Aku bersumpah dan selanjutnya akan selalu membasahi lidahku dengan salawat nabi. Sebab, aku mengetahui seluruh inti ibadah bila tidak disertai salawat. Pahalanya tidak akan menepi di dunia dan di akhirat nanti."
Menurut Imam Radhi al-Din Saghani dalam kitab, Masyariq al-Anwar, Nabi Muhammad saw. berkata:
“Jika seseorang melantunkan salawat dan salam terhadapku. Tidak akan ada dosa yang tertinggal dalam dirinya. Walaupun sekecil atom.”
Salawat yang disertai ketulusan dan kesungguhan sanggup membersihkan hati dari noda. Percayalah, ampunan Allah SW!" akan tercurah senantiasa. Jika Allah menghendaki, tidak ada yang mampu membendung ampunan dan cinta kasih-Nya.
Sumber: Irshad Wisdom Of A Sufi Master; Syaikh Muzaffer Ozak al-Jerrahi; The Idol of The Universe, hal.124-127
Posting Komentar untuk "Kisah Seorang Sufi Dan Anak Rentenir"